ihsGALAU @ pembubaran Reksa Dana n window dressing 2019
Neh tren Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana Pendapatan Tetap, yang JO inves :
simak tabel tren kenaekan Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksa Dana Manulife OBLIGASI Negara Indonesia 2, sjak 23 Januari 2009 s/d 19 Juni 2020: akumulatif + 138.01%. Rerata Kasar Tren NAB +9% p.a. (sudah PPH FINAL). Saat ini suku bunga deposito bank sekira +6% (tertinggi) pra PPH. RD pendapatan tetap berbasis obligasi / surat utang negara bisa dipakai mengimbangi kejatuhan NAB Reksa Dana Saham, misalnya Schroder Dana Prestasi, dll.
🍑
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Masa pandemi Covid-19 ternyata tidak menyurutkan minat nasabah berinvestasi membiakkan dananya di platform digital wealth management.
Misalnya yang dirasakan Tanamduit. Platform ini secara year to date per 26 Mei 2020 membukukan total dana kelolaan reksa dana dan SBR mencapai Rp 430 miliar.
Khusus untuk reksadana tumbuh 20 persen. Jika melihat nilai volume transaksi jual beli atau GMV sejak awal beroperasi telah mencapai Rp 2,47 triliun.
Baca: Indonesia Punya Peluang Emas Jadi Tujuan Relokasi Investasi dari Tiongkok, Ini Syaratnya
Co-Founder & Managing Director tanamduit (PT Star Mercato Capitale) Rini Hapsari menyatakan, di tengah pandemi Covid-19 dan pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) justru “tanamduit” mencatat lonjakan dana kelolaan sejak pertengahan April hingga akhir Mei 2020.
“Secara umum minat investasi nasabah-nasabah tanamduit tetap tumbuh walaupun pada saat awal pandemi Covid-19 di bulan Maret pertumbuhan AUM sedikit tertahan. Namun, di pertengahan bulan April sampai sekarang (akhir Mei 2020) minatnya naik signifikan,” ujar Rini dalam keterangan tertulis kepada pers di Jakarta, Jumat (29/5/2020).
Baca: Akademisi UI Nilai RUU Ciptaker Tak Hanya Bicara Kepentingan Investasi Asing
Rini menjelaskan, di tengah situasi pandemi dan PSBB serta situasi pasar modal Indonesia yang bergejolak, nasabah masih tetap aktif melakukan investasi secara rutin melalui platform tanamduit yang memberikan kemudahan untuk berinvestasi secara aman di mana saja.
Hal ini juga merupakan buah hasil strategi edukasi yang dilakukan secara aktif dan berkesinambungan melalui media digital seperti social media, webminar dan whatsapp group.
Baca: Daftar Lengkap Harga Ponsel Oppo dari yang Terjangkau Kantong Sampai yang Paling Premium
Data jumlah nasabah yang melakukan KYC (Know Your Customer) di platform tanamduit melesat 31% menjadi 230 ribu nasabah pada 26 Mei 2020 dari 175 ribu nasabah pada Desember 2019.
Baca: Rekomendasi Tiga Smartphone Terbaru Vivo untuk Menemani Aktivitas di Rumah
Melonjaknya minat investasi nasabah sejak pertengahan bulan lalu juga memanfaatkan momentum murahnya valuasi pasar saham yang sudah tertekan sejak pandemi Covid-19 merebak dan ditetapkan sebagai pandemi global oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) awal Maret lalu.
Secara lebih rinci, Rini menjelaskan asset under management (AUM) tanamduit pada akhir Desember 2019 mencapai Rp 350 miliar.
Namun dikarenakan kondisi pasar modal yang bergejolak AUM sempat turun baik karena adanya redemption juga karena adanya penurunan nilai aktiva bersih sebagai dampak dari turunnya harga saham dan obligasi yang menjadi portofolio reksa dana sebagai imbas dari pandemi Covid-19.
Tim manajemen Tanamduit.
Pada akhir Mei 2020 ini AUM di tanamduit menjadi Rp430 miliar, dimana terjadi perubahan komposisi AUM di produk reksa dana; reksa dana saham yang akhir tahun 2019 adalah 25% menjadi 42% di akhir Mei, sedangkan bobot AUM reksa dana pasar uang turun dari 58% menjadi 48 persen.
Hal ini menggambarkan bahwa edukasi tanamduit kepada nasabah-nasabahnya untuk memanfaatkan rendahnya harga-harga saham dengan berinvestasi di reksa dana saham untuk jangka waktu yang panjang mulai membuahkan hasil yang baik.
Tanamduit saat ini aktif sebagai mitra distribusi penjualan Surat Berharga Negara ritel yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan RI sejak pertama kali dijual secara online melalui platform seperti yang dijalankan oleh tanamduit.
Pada bulan Juni 2020 tanamduit akan berpartisipasi memasarkan SBN Obligasi Ritel Serie ORI 017 dan berharap dapat meningkat nilai penjualannya dibandingkan dengan yang sebelumnya.
Era New Normal
Founder dan Chairman tanamduit Indra Suryawan menambahkan tanamduit tetap menargetkan dana kelolaan reksa dana hingga akhir 2020 senilai Rp 500 miliar atau melonjak lebih dari 160 persen dibandingkan realisasi akhir 2019 meski di dalam kondisi pandemi ini.
Selain itu, tanamduit juga membidik dana kelolaan Surat Berharga Negara senilai Rp 336 miliar di 2020 atau meningkat dibanding pada akhir 2019 sebesar Rp 186 miliar.
Untuk mencapai target tersebut, Indra menjelaskan strategi bisnis menghadapi era new normal di tengah pandemi Covid-19 dengan semakin mengintensifkan edukasi investasi bagi nasabah.
Dengan melakukan edukasi dan menjalin komunikasi dengan nasabah diharapkan minat investasi masyarakat untuk berinvestasi semakin bertumbuh.
“Kami aktif melakukan edukasi kepada nasabah-nasabah. Kita bagi menjadi 2 kategori nasabah ritel,” ungkapnya.
Indra menjelaskan kategori nasabah pertama, yang mengerti pentingnya berinvestasi dan bermaksud menambah jumlah investasi.
Nasabah-nasabah ini diundang bergabung dalam Whatsapp group, setiap hari mendapatkan edukasi dan update soal informasi terkini tentang perkembangan ekonomi global dan domestik, khususnya yang berkaitan dengan pandemi Covid-19 dan dampaknya terhadap pasar keuangan.
“Kami mengencourage nasabah untuk memanfaatkan momentum rendahnya harga-harga saham dengan berinvestasi di reksa dana saham untuk jangka waktu 3 tahun atau lebih. Hasilnya cukup baik, jumlah AUM naik cukup baik terutama sejak awal April 2020 di mana volatilitas harga saham mulai mereda,” kata Indra.
Kelompok kedua adalah investor yang masih ragu-ragu untuk berinvestasi dan masih kategori pemula.
“Kami melakukan edukasi melalui media sosial seperti Instagram, IGTV, Facebook, dan webinar untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya investasi demi kepentingan masa depan nasabah sendiri,” Indra menambahkan.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Minat Investor Berinvestasi Platform Digital Wealth Management Tumbuh Signifikan di Masa Pandemi, https://www.tribunnews.com/bisnis/2020/05/29/minat-investor-berinvestasi-tumbuh-signifikan-di-masa-pandemi?page=3.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Malvyandie Haryadi
kontan: Apakah dunia investasi Indonesia masih seksi di tengah banyaknya berita negatif di dalam negeri? Bagi Jamial Salim, Direktur Pemasaran dari Sinarmas Asset Management, investasi di Indonesia dinilai masih menunjukkan sentimen positif.
"Masih menguntungkan karena tidak banyak negara yang mampu tumbuh 5% di tengah perlambatan ekonomi global," ujar Jamial.
Lebih lanjut dia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan masih akan tetap stabil di kisaran 5%. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II tahun 2019 di angka 5,05% secara yoy.
Beberapa faktor penunjangnya adalah reformasi birokrasi terutama birokrasi penanaman modal yang dilakukan pemerintah. Reformasi birokrasi memang menjadi salah satu visi utama Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama periode pemerintahannya. Hal ini masih akan terus dilakukan pada periode kedua pemerintahannya.
Selain itu, perekonomian Indonesia yang didominasi konsumsi dalam negeri diproyeksikan hanya sedikit terdampak dari perlambatan ekonomi global akibat perang dagang Amerika Serikat (AS)-China. Hal ini didukung oleh program pemerintah yang fokus mendukung konsumsi kelas menengah ke bawah seperti Program Kelurga Harapan
Peringkat utang Indonesia yang sudah memasuki investment grade dan kebijakan moneter The Fed yang lebih longgar bakal menarik dana asing masuk ke dalam negeri juga turut berpengaruh terhadap proyeksi perekonomian Indonesia yang tetap stabil.
Tak heran aliran investasi dari luar negeri yang masuk ke Indonesia pasca pemilu juga diprediksi akan terus meningkat. Terkait dengan ramainya berita tidak adanya investor yang memilih Indonesia untuk memindahkan pabriknya dari China terkait isu perang dagang AS-China menurut Jamial tidak terlalu berdampak negatif pada dunia investasi Indonesia.
"Iklim investasi di Indonesia masih stabil. Sampai semester 1 tahun 2019, investasi dari China ke Indonesia mencapai US$ 2,3 miliar, masih masuk dalam 10 besar investasi Penanaman Modal Asing (PMA)," tuturnya. Angka investasi ini sendiri hampir menyamai nilai investasi China ke Indonesia sepanjang tahun 2018 yang senilai US$ 2,4 miliar.
Secara keseluruhan, berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat total realisasi PMA pada semester 1 2019 senikai 212,8 triliun. Meningkat dibanding periode yang sama tahun lalu senilai Rp 204,6 triliun.
Saatnya Berinvestasi di Reksadana
Oleh karena itu, bagi yang ingin memulai berinvestasi atau menambah variasi portofolionya sekarang adalah saat yang tepat. Reksadana pun menjadi pilihan yang tepat. Dengan strategi diversifikasi portofolio ke beberapa efek pilihan, investor akan mendapatkan return optimal dengan risiko minimal.
Apalagi reksadana dikelola oleh Manajer Investasi yang memiliki keahlian dan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan demikian investasinya pun akan dikelola secara profesional. Oleh karena itu, pemilihan Manajer Investasi tidak boleh dilakukan dengan sembarangan, pilihlah perusahaan yang telah memiliki rekam jejak yang baik dan dapat dipercaya.
Sinarmas Asset Management merupakan salah satu Manajer Investasi dengan rekam jejak berkinerja baik. Hal ini terlihat dari beragam penghargaan yang diterimanya, seperti 15 penghargaan sebagai Reksa Dana Terbaik serta 1 Penghargaan sebagai Asset Management Terbaik Tahun 2018 dari Majalah Investor dan Bareksa.
Dua produk unggulannya adalah Simas Syariah Pendapatan Tetap dan Simas Danamas Instrumen Negara. Keduanya merupakan reksadana tipe pendapatan tetap, di mana sebagian besar alokasi investasinya ditempatkan pada efek yang memberikan pendapatan tetap, seperti Surat Utang.
Reksadana pendapatan tetap saat ini dinilai berpotensi karena sentimen positif di pasar obligasi Indonesia sehingga diproyeksikan dapat memberikan imbal hasil yang lebih tinggi. Sepanjang semester 1 2019, reksadana pendapatan tetap berhasil mengalahkan kinerja rata-rata jenis reksadana lainnya. Infovesta Utama mencatat, pada semester 1 2019 reksadana pendapatan tetap tumbuh 5,43%.
"Kelebihan reksadana pendapatan tetap adalah tingkat pengembalian hasil yang cukup stabil karena memiliki aset surat utang negara dan obligasi korporasi yang berkualitas," jelas Jamial Dirinya menambahkan, risiko menengah juga menjadi keunggulan tersendiri.
Risiko menengah yang dimaksud adakah profil risiko yang dimilikinya. Lebih berisiko dibandingan dengan reksadana pasar uang, tetapi masih di bawah risiko reksadana saham. Risiko reksadana pendapatan tetap terdapat pada perubahan harga dan wanprestasi (default dari perusahaan penerbit obligasi). Oleh karena itu, peran Manajer Investasi dengan strategi yang tepat menjadi hal yang krusial.
Sinarmas Asset Management, sebagai Manajer Investasi terpercaya, memiliki beberapa strategi untuk mendapatkan hasil return yang maksimal demi keuntungan para nasbahnya. Salah satunya diversifikasi aset portofolio pada obligasi pemerintah dan korporasi. Dengan demikian para investor dapat dengan tenang menanamkan investasinya di perusahaan ini.
Dalam menetapkan obligasi korporasi, Sinarmas Asset Management memilih industri yang memiliki sentimen positif serta proyeksi yang menjanjikan. Contohnya saat ini Sinarmas Asset Management memilih perusahaan yang diuntungkan dengan adanya penurunan suku bunga di Indonesia maupun AS, yaitu indutri keuangan dan properti. Industri telekomunikasi juga menjadi pilihan karena adanya konsolidasi sehingga laba bisa meningkat ke depannya.
Karena strategi yang tepat tersebut, Simas Syariah Pendapatan Tetap dan Simas Danamas Instrumen Negara menunjukkan kinerja yang baik. Per 11 September 2019, return Simas Syariah Pendapatan Tetap sebesar 6,34% YTD dan Simas Danamas Instrumen Negara 9,98% YTD.
Secara keseluruhan, target imbal hasil di tahun 2019 adalah 6,5%-7,5% untuk Simas Syariah Pendapatan Tetap dan 11%-12% untuk Simas Danamas Instrumen Negara.
Bagi yang tertarik dengan Simas Danamas Instrumen Negara, nilai investasi minimum awal yang ditetapkan sebesar Rp 25 juta dan untuk Simas Syariah Pendapatan Tetap sebesar Rp 10 juta. Cara untuk mendapatkannya pun mudah, investor cukup menelepon Customer Service Sinarmas Asset Management di 021-50507000.
Yuk cari tahu lebih lanjut mengenai keuntungan-keuntungan produk Sinarmas Asset Management ini. Jangan sampai terlewat kesempatan baik untuk berinvestasi di tahun 2019 ini.
🍈
Jakarta - Rata-rata tingkat pengembalian investasi (return) reksa dana saham berpeluang tembus ke level 9 persen pada 2019, atau bangkit dibandingkan peluang tahun ini yang berkisar 1 persen hingga 2 persen. Proyeksi itu berpatokan dengan peluang indeks harga saham gabungan (IHSG) melaju ke level 6.800, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di atas 5 persen.
Head of Capital Market Research PT Infovesta Utama (Infovesta), Wawan Hendrayana, menyatakan, rata-rata return reksa dana saham akan kembali mengungguli pencapaian kinerja produk reksa dana lainnya pada 2019. Sebab, berdasarkan estimasi Infovesta, rata-ratareturn reksa dana pendapatan tetap bisa mencapai 3 persen hingga 4 persen, reksa dana campuran 5 persen hingga 6 persen, dan rata-rata return reksa dana pasar uang 6 persen.
"Pencapaian kinerja return reksa dana akan jauh lebih baik tahun depan. Terutama untuk reksa dana saham dan pendapatan tetap, karena khusus rata-rata return reksa dana pendapatan tetap saja masih kemungkinan minus pada 2018," ujar Wawan disela acara Indonesia Invesment Conference Exhibition (IICE) di Jakarta, Kamis (22/11).
Proyeksi tersebut, ungkap dia, tidak terlepas dari tren pelemahan harga surat utang negara (SUN) beberapa waktu lalu. Pasalnya, mayoritas aset dasar dari reksa dana pendapatan tetap merupakan SUN yang diterbitkan pemerintah.
Berdasarkan hal tersebut, Wawan mengakui, pihaknya masih menduga bahwa rata-rata return reksa dana pendapatan tetap akan minus 1 persen hingga 2 persen, dan kinerja rata-rata return reksa dana pasar uang berpeluang tembus 4,5 persen, dan rata-rata return reksa dana campuran juga diestimasi minus pada akhir 2018.
Mengenai peluang kinerja reksa dana saham yang lebih baik pada 2019, Wawan menyampaikan, pihaknya menilai hal tersebut akan didorong sentimen laju IHSG yang kembali tumbuh positif pada 2019. Sementara akhir tahun ini, secara probabilitas IHSG dapat ditutup dalam kisaran 6.100 atau 6.300. Namun jika indeks menjangkau 6.100, tutur dia, berarti IHSG secara year to date justru minus.
Pasalnya, pada penutupan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) 29 Desember 2017, IHSG berada dalam posisi 6.355,65. "Namun demikian IHSG masih berpeluang menguat tahun depan, walaupun Infovesta cenderung konservatif dengan memproyeksi target 6.800," ungkap Wawan
Mengenai target konservatif, dia menuturkan, pihaknya masih memperhitungkan kondisi perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang belum selesai. Serta, rencana lanjutan The Federal Reserve (The Fed) untuk menaikkan suku bunga acuan pada 2019-2020.
"Kenaikan suku bunga acuan The Fed, kami yakini masih akan mendorong Bank Indonesia (BI) menaikkan BI-7 days (reverse) repo rate (BI-7 D RRR), minimal dua kali pada 2019," ungkap dia.
Sedangkan untuk sisa kuartal IV ini, Wawan menduga, BI mungkin sudah tidak lagi menaikkan suku bunga acuan. "Istilahnya, BI sudahfront loading lebih dulu dengan baru-baru ini menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin (Bps) hingga menjadi 6 persen," papar dia.
Adapun pascakenaikan dan peluang kelanjutan peningkatan BI-7 D RRR ke depan, Wawan masih optimistis dengan peluang kenaikan ekonomi ke depan. "Sejauh ini terlihat pertumbuhan ekonomi kita masih naik di kisaran 5 persen. Lalu, total kredit perbankan juga masih tumbuh, sehingga situasinya masih berjalan dengan baik," tegasnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada akhir kuartal III-2018 pertumbuhan ekonomi tumbuh 5,17 persen secara tahunan. Sedangan, melansir data uang beredar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) total kredit perbankan tercatat tumbuh 12,6 persen secara year on year (YoY) pada akhir September lalu.
"Nah, tahun depan kita juga melalui momentum pemilihan presiden (Pilpres) dan anggota legislatif. Karena itu, kami berharap fase kampanye juga turut membantu tren perputaran uang yang beredar, dan ujungnya mendorong pertumbuhan ekonomi," ungkap Wawan.
Sumber: BeritaSatu.com
🍝
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia akhirnya kembali menaikkan suku bunga acuannya menjadi 5,25% untuk meredam pelemahan nilai tukar rupiah. Kebijakan tersebut dinilai memberi angin segar bagi investor yang ingin berinvestasi pada suatu produk tertentu.
M. Renny Raharja, Executive Vice President PT Schroders Investment Management Indonesia mengatakan, kenaikan suku bunga acuan membuat instrumen deposito dan reksadana pasar uang cukup menarik untuk dimiliki oleh investor yang fokus pada investasi jangka pendek.
Sebab, kenaikan suku bunga acuan dapat diikuti oleh kenaikan suku bunga deposito perbankan. Di samping itu, kinerja reksadana pasar uang yang mengandalkan deposito sebagai aset portofolionya berpeluang meningkat.
Tak hanya itu, kenaikan suku bunga acuan yang terjadi di tengah ketidakpastian pasar membuat investasi pada Surat Utang Negara (SUN) bertenor pendek menjadi opsi yang menarik bagi investor.
Pasalnya, investor berpeluang memperoleh yield yang tinggi seiring dengan tren kenaikan yield SUN yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir.
Sebagai contoh, yield SUN seri FR0036 yang jatuh tempo pada 2019 mendatang pada Jumat (29/6) tercatat sebesar 7,22%. Di saat yang sama, yield SUN seri FR0064 yang jatuh tempo pada 2028 berada di level 7,74%.
“Selisih imbal hasil SUN tenor 1 tahun dan 10 tahun tergolong kecil. Ditambah lagi, koreksi harga SUN tenor 1 tahun tidak sedalam tenor yang lebih panjang,” ungkapnya, Jumat (29/6).
Sementara itu, Perencana Keuangan Finansia Consulting, Eko Endarto juga menyarankan berinvestasi pada deposito bagi investor yang memiliki kebutuhan dalam jangka pendek. Instrumen tersebut dinilai sebagai alternatif yang tepat di tengah gejolak pasar saham dan obligasi yang masih berlangsung.
“Deposito lebih menarik ketimbang emas sebagai produk alternatif, apalagi harga emas sedang terkoreksi akibat kenaikan Fed Fund Rate,” kata dia, hari ini.
Terlepas dari itu, Eko menilai bagi investor yang berorientasi pada investasi jangka panjang ada baiknya tidak berspekulasi dengan meninggalkan pasar saham.
Sebab, investor dapat melakukan pembelian unit saham yang banyak dengan harga yang murah akibat dampak koreksi di pasar saham. Jika pasar sudah pulih, investor berpeluang mendapat akumulasi keuntungan atas saham yang telah dibelinya.
Senada, Renny menyatakan instrumen berbasis saham masih menarik bagi investor yang bertipikal agresif. “Saham masih prospektif walau belakangan ini investor asing kerap melakukan net sell sehingga berdampak negatif pada pasar,” katanya.
🌽
Penurunan tajam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan harga obligasi selama beberapa ini menjadi perhatian media dan masyarakat. Penurunan ini berdampak pada menurunnya Nilai Aktiva Bersih Per Unit Penyertaan (NAB per UP) kinerja reksa dana baik yang berbasis saham maupun pendapatan tetap. Entah kebetulan atau tidak, penurunan ini berbarengan dengan menguat nilai tukar dollar AS terhadap rupiah, di mana beberapa kali sempat mendekati Rp 14.000 per dollar AS. Apakah penguatan nilai tukar ini menjadi penyebab menurunnya kinerja reksa dana sehingga perlu diwaspadai ke depannya?
Untuk mengetahui hal tersebut, perlu dilakukan penelitian terhadap data historis untuk nilai tukar, kinerja saham dan kinerja obligasi pemerintah dari tahun 2002 hingga 25 April 2018. Kinerja saham menggunakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebagai indikator dan kinerja obligasi menggunakan Infovesta Government Bond Index yang merepresentasikan perubahan harga dan kupon obligasi pemerintah sebagai indikator Hasilnya sebagai berikut : RupiahReksa Dana Rupiah Reksa Dana (Bank Indonesia, Infovestas.com, diolah)
Terkadang pemberitaan media untuk nilai tukar memang tidak seragam. Misalkan ketika nilai tukar berubah dari Rp 13.500 menjadi Rp 13.800, ada media yang menggunakan “Rupiah Anjlok” sebagai judul, ada pula yang menggunakan “USD Menguat”. Judul yang pertama memang lebih menarik untuk dibaca, namun bisa pula menimbulkan persepsi negatif. Untuk itu, definisi yang digunakan disini adalah "rupiah menguat" dan "dollar AS menguat". Yang dimaksud dengan definisi rupiah menguat adalah ketika Kurs Tengah BI untuk rupiah terhadap dollar AS lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara yang dimaksud dengan dollar AS menguat adalah kondisi ketika di mana nilai Kurs Tengah BI untuk Rp terhadap dollar AS lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Berdasarkan data dari tahun 2002 hingga 2017 (15 tahun), tercapat nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mengalami penguatan sebanyak 5 kali dan USD mengalami penguatan sebanyak 10 kali. Dalam 5 kali penguatan rupiah terhadap USD yaitu tahun 2003, 2006, 2009, 2010 dan 2016, tercatat kinerja saham dan obligasi selalu positif. Dengan kata lain, mengacu ke data historis, ketika rupiah menguat, biasanya kinerja saham dan obligasi juga ikut naik sehingga bisa menjadi sentimen positif untuk investasi ke reksa dana.
Kemudian, dalam 10 kali penguatan USD terhadap Rp yaitu tahun 2003 - 2004, 2007 – 2008, 2011 – 2015, dan 2017 tidak ada pola yang pasti terhadap kinerja IHSG dan Obligasi. Ada tahun-tahun dimana dollar AS menguat, baik IHSG dan obligasi sama-sama mengalami kinerja positif, tapi ada juga tahun-tahun keduanya mengalami kinerja negatif seperti tahun 2008 dan 2013.
Berdasarkan data historis, dapat disimpulkan bahwa ketika dollar AS menguat, pengaruhnya terhadap kinerja saham dan obligasi tidak memiliki pola tertentu. Dengan kata lain, menguatnya nilai tukar dollar AS terhadap rupiah dari awal tahun sekitar 13.500 ke saat ini sekitar 13.900 “bukanlah” penyebab menurunnya kinerja saham dan obligasi. Memang hingga per tanggal 25 April 2018, kinerja saham dan obligasi masih negatif, namun mengingat waktu menuju bulan Desember masih cukup panjang dan bisa saja mengalami perubahan.
Pelemahan harga saham dan obligasi saat ini lebih dipengaruhi karena pasar masih melakukan penyesuaian terhadap kebijakan suku bunga AS, dimana tadinya pasar memperkirakan bunga AS akan naik 3 kali, namun karena bisa menjadi 4 kali berdasarkan perkembangan data ekonomi terbaru. Pernyataan dari Gubernur Bank Indonesia terhadap kebijakan suku bunga juga sangat ditunggu-tunggu pelaku pasar untuk mengetahui arahan dari bank sentral menghadapi fluktuasi nilai tukar ke depan. Apakah akan menaikkan suku bunga atau melakukan upaya lainnya. Karena sifatnya hanya berdasarkan event (kejadian) tertentu yang sifatnya sesaat, biasanya arah pasar dapat berubah dengan cepat. Entah itu berbalik arah menguat atau mengalami penurunan lebih lanjut. Yang jelas, untuk tahun 2018, target inflasi pemerintah kelihatannya masih akan bisa tercapai dengan catatan tidak ada kenaikan yang signifikan pada tariff listrik dan bahan bakar minyak.
Jika target inflasi dapat tercapai seharusnya akan positif terhadap kinerja obligasi. Untuk kinerja perusahaan yang mencerminkan fundamental, sejauh ini baru sebagian yang mempublikasikan laporan keuangannya. Ada perusahaan yang membukukan kenaikan penjualan dan laba, ada pula yang stagnan atau mengalami penurunan. Namun sejauh ini belum ada yang turun signifikan atau rugi, sehingga semakin rendah harga saham turun, maka semakin murah juga valuasinya. Valuasi saham yang murah akan menjadi investasi saham di Indonesia menjadi semakin menarik bagi investor asing sehingga berpotensi membuat dana asing kembali masuk ke pasar saham ke depannya.
Yang harus diperhatikan adalah bahwa investasi reksa dana mengandung risiko. Dalam menghadapi kondisi fluktuasi, investor perlu fokus pada tujuan dan rencana investasi jangka panjang, melakukan diversifikasi dan atau investasi berkala untuk mengurangi risiko, dan yang paling penting memiliki kesiapan hati menghadapi kondisi yang terjadi.
Keputusan investasi yang dilakukan dalam kondisi panik hanya akan lebih banyak mudarat daripada manfaatnya. Untuk itu, investor tidak perlu panik dan malahan dapat memanfaatkan momentum ini untuk mendapatkan investasi pada valuasi yang relatif murah. Demikian, semoga artikel ini bermanfaat.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Fluktuasi Rupiah dan Dampaknya Terhadap Kinerja Reksa Dana", https://ekonomi.kompas.com/read/2018/04/27/080000026/fluktuasi-rupiah-dan-dampaknya-terhadap-kinerja-reksa-dana.
Editor : Bambang Priyo Jatmiko
🍚
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kendati pasar saham cenderung koreksi di akhir Februari lalu, reksadana saham masih mampu mencetak kinerja positif di periode tersebut. Infovesta Utama mencatat, rata-rata kinerja reksadana saham, seperti ditunjukkan pergerakan Infovesta Equity Fund Index, naik tipis 0,04% di Februari lalu.
Sementara itu, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan turun 0,13% di periode tersebut. Bila dihitung sejak awal tahun, IHSG naik 3,80%. Tapi ini masih lebih kecil ketimbang kinerja rata-rata reksadana saham yang naik 4,76%.
Kinerja rata-rata reksadana saham ini juga lebih baik dari jenis reksadana lainnya. Kinerja reksadana pendapatan tetap, sebagaimana ditunjukkan Infovesta Fixed Income Fund Index, melemah 0,91% sepanjang bulan lalu. Sejak awal tahun, kinerja reksadana tersebut minus 0,32%.
Maklumlah, Indonesia Composite Bond Index terkoreksi 1,2% sepanjang Februari lalu. Dari awal tahun, indeks ini juga telah melemah 0,14%.
Direktur Bahana TCW Investment Management Soni Wibowo menjelaskan, manajer investasi umumnya memiliki alokasi aset berupa kas atau pasar uang sebesar 5%–10% dalam portofolio reksadana saham. Ini membuat reksadana tersebut masih cukup likuid di tengah gejolak di pasar saham.
Soni berpendapat strategi alokasi saham tidak terlalu berpengaruh banyak terhadap kinerja reksadana saham sepanjang bulan lalu. "Sebagian besar sektor saham mengalami koreksi," ujar dia beralasan, Jumat (2/3).
Karena hanya unggul tipis atas kinerja indeks acuannya, Rudiyanto, Direktur Panin Asset Management, menyebut, kinerja rata-rata reksadana saham bisa saja melemah. Menurut dia, salah satu kunci agar manajer investasi mampu menjaga kinerja reksadana sahamnya adalah dengan diversifikasi saham.
Dalam hal ini, manajer investasi tidak hanya fokus pada pemilihan saham berkapitalisasi besar, melainkan juga saham berkapitalisasi rendah. "Saham-saham small cap kerap menjadi penggerak IHSG dari awal tahun hingga saat ini," papar dia.
Di samping itu, performa sebagian saham-saham di sektor komoditas masih cukup baik di bulan lalu. Hal tersebut turut membantu manajer investasi dalam mendongkrak kinerja reksadana sahamnya.
Mengurangi transaksi
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menambahkan, sebagian reksadana saham tidak mampu menahan gejolak di pasar akibat sentimen kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat. Ia meyakini sentimen tersebut masih akan terus menghantui pasar saham Indonesia.
Tekanan baru hilang saat kenaikan suku bunga acuan AS benar-benar diumumkan. Oleh karena itu, manajer investasi dituntut melakukan antisipasi dengan berhati-hati dalam menentukan aset portofolio reksadana saham.
Soni menuturkan, walau secara umum MI tidak melakukan perubahan strategi, volatilitas pasar saham yang cukup tinggi membuat manajer investasi mengurangi frekuensi transaksi.
🍒
Bisnis.com, JAKARTA -- Pergerakan pasar saham Indonesia dibayangi oleh arus investasi asing melalui reksa dana yang dapat diperdagangkan (exchange traded fund/ETF) berisi saham-saham big caps di Bursa Efek Indonesia.
Director and Head of Equity PT BNP Paribas Investment Partners Aliyahdin Saugi memaparkan empat risiko yang mempengaruhi kinerja pasar modal Indonesia pada tahun ini. Pertama, momentum pertumbuhan laba emiten yang melambat sehingga membuat valuasi saham terlihat mahal.
Kedua, valuasi saham di seluruh dunia sedang berada pada posisi tertinggi sejak krisis 2008. Kondisi tersebut berisiko memicu aksi ambil untung para investor.
Ketiga, inflasi Indonesia berada pada level yang relatif rendah. Dari sudut pandang negatif, rendahnya inflasi dapat diasumsikan sebagai lesunya perekonomian sehingga membuat investor khawatir terhadap tingkat pengembalian investasinya.
"Ada juga risiko dari flow ETF yang beberapa bulan terakhir banyak outflow untuk profit taking. ETF asing banyak koleksi big caps," ujarnya di Gedung Bursa Efek Indonesia, Senin (14/8).
Menurutnya, investor asing banyak yang berinvestasi di pasar saham Indonesia melalui wadah ETF. Arus investasi ETF, lanjut Aliyahdin, akan ditentukan oleh kinerja pertumbuhan pendapatan dan laba emiten.
BEI mencatat nilai transaksi investor asing sepanjang Januari hingga akhir Juli 2017 mencatatkan beli bersih senilai Rp6,73 triliun. Nilai tersebut turun dibandingkan beli bersih investor asing sebesar Rp16,17 triliun sepanjang tahun lalu.
Lantas sepanjang pekan lalu, asing kembali membukukan jual bersih sebesar Rp1,15 triliun sehingga net buy menyusut menjadi Rp4,29 triliun per Jumat (11/8).
Senada, Direktur Utama Samuel Asset Management Agus Yanuar mengatakan secara historis investor asing cenderung jual bersih pada periode musim panas. Aksi jual bersih terutama dilakukan oleh manajer investasi asing yang mengelola ETF yang sebagian portofolionya berisi efek saham di Indonesia.
"ETF asing ambil untung sejak awal tahun karena IHSG dan rupiah menguat, mereka profit taking," kata Agus.
Saat IHSG mencetak return 10,06% pada akhir semester I/2017, investor asing berpotensi mengantongi imbal hasil lebih tinggi 1% menjadi sekitar 11% seiring rupiah yang cenderung menguat terhadap dolar AS kendati The Fed menaikkan tingkat bunga acuannya.
Hingga Jumat (11/8), IHSG ditutup pada level 5.766,14 atau mencetak kenaikan 8,86% sepanjang tahun ini. Kinerja IHSG secara year-to-date berada pada peringkat ketujuh di antara bursa acuan dunia setelah Hang Seng Hong Kong dengan kenaikan 22,19%, S&P Sansex India 17,19%, PSE Index Filipina 15,9%, Kospi Korea Selatan 14,47%, FTSE Strait Times Singapore 13,85%, dan DJIA Amerika Serikat 10,53%.
👪
JAKARTA bisnis.com — Dana kelolaan industri reksa dana cenderung stagnan pada kisaran Rp323 triliun dalam tiga bulan terakhir seiring dengan derasnya penarikan investasi untuk realisasikan keuntungan saat IHSG bergerak pada kisaran 5.400.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, total dana kelolaan reksa dana mencapai Rp323,26 triliun pada Selasa (1/11). Dana tersebut terdiri dari nilai aktiva bersih reksa dana saham sebesar Rp104,67 triliun, reksa dana terproteksi Rp77,24 triliun, reksa dana pendapatan tetap Rp69,02 triliun, dan reksa dana pasar uang sebesar Rp32,02 triliun.
Adapun, total NAB reksa dana campuran mencapai Rp21,78 triliun, reksa dana syariah Rp12,75 triliun, reksa dana indeks Rp390 miliar, dan reksa dana ETF Rp5,37 triliun.
Nilai dan kelolaan awal November yang mencapai Rp323,26 triliun itu tak bergeser jauh dari capaian akhir Agustus dan September 2016 yang masing-masing mencapai Rp323,45 triliun dan Rp324 triliun.
Lebih rinci, NAB reksa dana saham melorot paling dalam sepanjang Agustus hingga Oktober 2016. Pada periode itu, NAB reksa dana saham susut Rp6,62 triliun dari posisi puncak Rp111,29 triliun pada akhir Agustus.
Paula Rianty Komarudin, Direktur Utama Ciptadana Asset Management, mengatakan dana kelolaan industri pada September-Oktober dipengaruhi oleh derasnya aksi profit takinginvestor institusi dari produk reksa dana saham.
"Tahun lalu indeks terpuruk lama. Begitu reksa dana saham dan campuran untung, investor institusi alih-alih tambah investasi, malah langsung profit taking," ujarnya, Kamis (3/11).
Menurut Paula, aksi profit taking dari reksa dana saham sangat masif pada September dan berlanjut pada Oktober 2016 dengan volume yang lebih rendah.
Aksi profit taking yang mereda tercermin lewat total subscription Rp2,22 triliun dan redemption Rp1,31 triliun sehingga terjadi net subscription sebesar Rp908 miliar di pasar reksa dana pada Selasa (1/11).
Investor institusi, lanjut Paula, menunggu indeks mengalami koreksi sehat ke kisaran 5.200-5.300 untuk kembali masuk ke produk reksa dana saham. Dalam periode wait and see, investor memarkir dananya di produk reksa dana pasar uang.
"Sekarang investor mau masuk, tetapi ada kekhawatiran pasar saham ada koreksi lagi. Jadi sementara banyak subscription di reksa dana pasar uang," imbuh Paula.
Pada periode Agustus-Oktober 2016, dana kelolaan reksa dana rupiah Ciptadana AM stagnan pada kisaran Rp1,7 triliun. Sejak awal tahun, dana kelolaan reksa dana rupiah perusahaan manajer investasi yang terafiliasi dengan Grup Lippo ini tumbuh 45%.
Secara total, dana kelolaan Ciptadana AM pada akhir bulan lalu mencapai Rp2,6 triliun. Paula optimistis dapat meraih target dana kelolaan sebesar Rp4 triliun pada akhir tahun ini.
"November kami akan dapat tambahan dana kelolaan yang lumayan dari investor yang wait and see. Selain itu, bulan ini kami juga dapat limpahan dana tax amnesty yang masuk ke produk reksa dana saham, pendapatan tetap, dan campuran tapi nilainya masih di bawah Rp1 triliun," imbuhnya.
Hingga akhir tahun, Ciptadana AM masih mengantongi rencana penerbitan lima reksa dana baru dalam pipeline. Produk yang sedang dirancang, antara lain reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana terproteksi.
JALUR DISTRIBUSI
Untuk menggalang dana kelolaan yang lebih besar, Ciptadana AM juga memperluas jalur distribusi produk melalui kerja sama dengan platform online, seperti Bareksa, IPOT, dan Phillips Securities. Targetnya, porsi investor ritel dapat meningkat dari porsi sekarang sebesar 30%.
Senada dengan Paula, Direktur Investasi Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul Wawointana menuturkan IHSG yang kinclong mendorong investor merealisasikan keuntungan. Namun, banyak pula investor dengan horizon jangka panjang yang menambah unit penyertaan dalam reksa dana saham.
"Saat ini mix di tempat kami. Banyak yang take profit, tetapi banyak juga yang nambah beli," ujarnya.
Pada akhir Oktober, NAB reksa dana rupiah Sucorinvest AM mencapai Rp3,33 triliun. Adapun target total dana kelolaan hingga akhir tahun diharapkan mampu menembus Rp5 triliun.
Seiring dengan perkembangan teknologi, minat investor untuk membeli reksa dana lewat marketplace online terus berkembang dan berpotensi mempertebal dana kelolaan MI.
CEO Bareksa Karaniya Dharmasaputra menuturkan semenjak beroperasi hingga sekarang dana kelolaan reksa dana yang dihimpun dari 5.347 investor mencapai Rp70,1 miliar. Mayoritas investor memilih produk reksa dana berbasis deposito dan obligasi tenor pendek atau reksa dana pasar uang.
"Kami harap tahun depan bisa tembus Rp200 miliar. Kami sudah kerja sama dengan 20 MI dan sedang jajaki beberapa MI lain. Metode pembayaran juga kami perluas lewat kerja sama dengan perusahaan uang elektronik," kata Karaniya.
Ketua Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI) Denny R. Thaher menuturkan industri reksa dana tumbuh positif sepanjang tahun ini. Pada Januari-Oktober, dana kelolaan mengembang Rp51,48 triliun atau tumbuh 18,92%. Pertumbuhan tersebut sejalan dengan target asosiasi pada rentang 15%-20% pada tahun ini.
Fakhri Hilmi, Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A Otoritas Jasa Keuangan, menilai pertumbuhan industri reksa dana nasional sepanjang 2016 relatif tinggi. Pasalnya, dana kelolaan telah naik 17% dan unit penyertaan tumbuh hingga 19%.
bisnis.com: Berdasarkan data Infovesta Utama, Infovesta Balanced Fund Index terkoreksi 1% sepanjang September 2016. Dengan demikian, rerata return yang dibukukan sepanjang tahun berjalan mencapai 12,39%.
Sepanjang Januari-September 2016, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 16,8%, sedangkan Infovesta Government Bond Index dan Infovesta Corporate Bond masing-masing tumbuh 12,61% dan 7,78%
Pada periode Januari-September 2016, sebanyak 76 produk reksa dana campuran membukukan return di atas Infovesta Balanced Fund Index, sedangkan 45 produk lainnya membukukan return di bawah indeks tersebut.
Lima produk reksa dana campuran yang membukukan return paling tinggi sepanjang Januari-September 2016, yakni Net Dana Flexi 33,61%, SAM Dana Berkembang 28,35%, SAM Dana Bersama 26,08%, I AM BUMN Balanced Plus Fund 24,99%, dan Kiwoom Indonesia Optimum Fund 24,90%.
Adapun lima produk reksa dana saham yang membukukan return paling jeblok pada periode tersebut, yakni Insight Plan (I-Plan) -3,59%, Sucorinvest Nusantara Fund -4,25%, Mega Dana Kombinasi -7,32%, Campuran Victoria Jupiter -13,07%, dan Millenium Balance Fund -32,60%.
JAKARTA. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang membaik memberi pengaruh pada kinerja reksadana. Kinerja reksadana yang menggunakan aset dasar saham, seperti reksadana campuran, kembali melesat.
Berdasarkan data yang dihimpun Infovesta Utama, rata-rata return reksadana campuran bisa mencapai 9% sepanjang semester pertama tahun ini. Imbal hasil reksadana yang portofolionya berupa kombinasi dari berbagai instrumen investasi efek ini lebih baik ketimbang reksadana pendapatan tetap.
Sepanjang enam bulan pertama tahun ini, reksadana pendapatan tetap membukukan imbal hasil rata-rata 7,75%. Padahal, dalam periode lima bulan pertama tahun ini, kinerja reksadana campuran selalu berada di bawah kinerja reksadana pendapatan tetap.
Hingga Mei lalu, reksadana pendapatan mencatatkan rata-rata return tertinggi ketimbang reksadana lain, yakni sekitar 6,21%. Di periode yang sama, return reksadana campuran cuma 5,42%.
Chief Economist & Director Investor Relations Bahana TCW investment Management Budi Hikmat mengatakan, memasuki akhir semester satu lalu memang terjadi perubahan dalam produk reksadana. Ini terjadi setelah indeks saham mulai menguat.
Hingga akhir Juni 2016, IHSG tercatat menguat sebesar 9,22%. Di sisi lain, pasar obligasi yang sudah berlari kencang sejak awal tahun mulai kehilangan tenaga. "Pasar obligasi terganjal kenaikan harga minyak," jelas Budi, pekan lalu.
Padahal sepanjang kuartal I-2016, kinerja reksadana obligasi paling cerah, ditopang sentimen pemangkasan suku bunga acuan sebanyak tiga kali. Hal ini membuat harga obligasi naik.
Basis obligasi tetap oke
Budi pun optimistis hingga akhir tahun, kinerja reksadana campuran bakal terus moncer dan bisa memberi imbal hasil sekitar 10%–15%.
"Kinerja reksadana campuran akan tergantung komposisi antara saham dan obligasi yang menjadi aset dasar, sedangkan kinerja reksadana pendapatan tetap dipengaruhi oleh pemilihan durasi obligasi," tutur Budi.
Tapi President Director Asanusa Asset Management Siswa Rizali menganjurkan agar investor tetap mengoleksi instrumen berbasis obligasi sebagai alternatif hingga akhir tahun. Salah satu yang layak dilirik adalah surat utang negara (SUN) bertenor pendek.
Budi menyarankan agar investor mulai mengurangi porsi investasi di instrumen berbasis deposito, termasuk reksadana pasar uang. Pasalnya, tingkat suku bunga akan terus tergerus, sehingga suku bunga deposito juga akan menciut. Ini membuat reksadana pasar uang kurang menarik.
Di semester I-2016, return reksadana ini cuma 2,5%. Budi memperkirakan sampai akhir tahun return reksadana ini cuma sekitar 7%.
JAKARTA. Kinerja
reksadana saham mulai menggembirakan. Mengutip
Infovesta Utama, rata-rata
return reksadana saham sepanjang semester I 2016 mencapai 9,59%.
Kinerja tersebut mengungguli produk lain, seperti reksadana pendapatan tetap yang membagikan return 7,78%. Demikian juga dengan rata-rata imbal hasil reksadana campuran yang sekitar 9% dan reksadana pasar uang yang sebesar 2,5% pada periode yang sama.
Rata-rata return
reksadana saham juga mampu mengalahkan kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang berkisar 9,22%.
Padahal sebelumnya, reksadana pendapatan tetap selalu memimpin kinerja reksadana. Di mana,
return reksadana pendapatan tetap
year to date (YTD) Mei 2016 tercatat 6,21% atau di atas rata-rata
return reksadana saham dan campuran yang masing-masing sekitar 4,88% dan 5,42%.
Chief Economist dan Director Investor Relations PT Bahana TCW investment Management Budi Hikmat mengatakan, kondisi tersebut disebabkan oleh moncernya kinerja obligasi sepanjang kuartal I. Saat itu, yield obligasi turun seiring tren penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) di awal tahun. Akibatnya, harga obligasi terangkat.
"Mulanya kinerja obligasi mendahului saham pada kuartal I," ujar Budi, Jakarta, Jumat (1/7).
Di sisi lain, investor optimistis pasar saham akan membaik mengikuti penurunan yield obligasi di awal tahun. Apalagi terdapat indikasi penguatan daya beli
melalui dampak pengeluaran pemerintah.
Namun, sentimen positif dari domestik tak berjalan mulus menopang pasar saham. Pasalnya, sejumlah faktor eksternal seperti isu kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat, the Fed ikut menyeret penurunan IHSG. "Indeks saham global tercatat turun sejak akhir April," tambah Budi.
Sentimen tersebut diikuti oleh penguatan dollar Amerika Serikat dan berimbas terhadap melemahnya nilai tukar rupiah. Akibatnya, currency risk investor menjadi meningkat sehingga kinerja produk berbasis saham tertinggal ketimbang obligasi.
Kendati demikian, memasuki akhir semester I terjadi pembalikan tren. Pasar saham mulai naik ditopang oleh faktor eksternal seperti mulai memburuknya perkembangan kesempatan kerja dan bisnis di Amerika Serikat. Di tambah adanya keputusan Britain Exit atau Brexit. Kedua faktor tersebut mengakibatkan kebijakan the Fed dalam menaikkan suku bunga semakin mengecil. .
"Investor asing kemudian melakukan diversifikasi dan Indonesia terpilih menjadi salah satu negara tujuan," ujar Budi.
Dari dalam negeri, respons moneter penurunan suku bunga bank sentral atau BI rate serta pelonggaran makro prudential membawa sentimen positif bagi pasar saham. Selain itu, revisi Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2016 dan pengesahan Undang-Undang Pengampunan Pajak semakin menambah bullish pasar saham.
"Sedangkan reli di pasar obligasi justru terganjal kenaikan harga minyak," ujar Budi.
JAKARTA.
Manajer investasi melirik sektor terkait infrastruktur sebagai aset dasar
reksadana kelolaannya. Salah satunya, Indo Premier Investment Management (IPIM) yang membidik saham-saham sektor infrastruktur untuk
reksadana Premier exchange traded fund (ETF) Indonesia State-Owned Companies.
"Strategi kami fokus pada saham-saham BUMN (badan usaha milik negara) yang akan diuntungkan oleh program-program infrastruktur," ujar Head of Compliance, Risk management dan Product Development IPIM Caterine, Senin (27/6).
Premier ETF Indonesia State-Owned Companies merupakan
reksadana yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Produk ini termasuk ETF aktif yang berinvestasi pada saham-saham BUMN.
Direktur Utama IPIM Diah Sofiyanti mengatakan tahun ini sektor infrastruktur akan diuntungkan oleh percepatan pembangunan yang digenjot oleh pemerintah.
Kondisi tersebut juga akan menopang pertumbuhan sektor keuangan. "Infrastruktur membutuhkan pembiayaan sehingga sektor keuangan akan tumbuh," ujar perempuan yang akrab disapa Ofie tersebut.
Demikian juga dengan sektor konsumer yang diprediksi akan tumbuh sebagai dampak pembangunan infrastruktur. Realisasi proyek-proyek infrastruktur diprediksi akan menekan biaya jual produk dari produsen ke konsumen sehingga meningkatkan daya beli.
"Dengan jalannya infrastruktur, biaya dari satu tempat ke tempat lain untuk membawa produk misalnya jeruk menjadi lebih murah," ujar Ofie.
Menilik fund factsheet Mei 2016,
reksadana ini memutar sebagian besar pada aset dasar sebesar 96,34%. Sedangkan sisanya pada kas.
Berdasarkan alokasi aset, mayoritas pada sektor keuangan sebesar 31,30%, properti 30,35% dan infrastruktur 22,82%. Lalu, sektor pertambangan 4,94%, industri dasar 3,58% serta industri barang konsumsi 3,55%. Lima efek besar dalam ETF ini antara lain saham WSKT, TLKM, BBTN, BBRI dan PTPP.
Jakarta. Hingga pengujung tahun 2016, dana kelolaan industri reksadana berpotensi kian membiak. Mengacu data Infovesta Utama per Mei 2016, dana kelolaan industri reksadana Indonesia mencapai Rp 291,63 triliun, naik 1,22% (mom) ketimbang posisi April 2016 Rp 288,12 triliun.
Head of Operation and Business Development Panin Asset Management Rudiyanto optimistis, dana kelolaan industri reksadana di sisa tahun 2016 berpotensi menggemuk. Dengan catatan, IHSG bisa pulih pada paruh kedua tahun ini. “Misalkan harga saham membaik pada semester II, ada harapan dana kelolaan bisa meningkat,” terangnya.
Serupa, Investment Director PT Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul Wawointana menduga, penguatan IHSG pada kuartal IV 2016 dapat menyokong pertumbuhan dana kelolaan reksadana Indonesia. Pemicunya, kebijakan pengampunan pajak, membaiknya aliran belanja pemerintah, serta kenaikan harga komoditas.
“Saya masih optimistis dana kelolaan industri reksadana bisa naik 10% - 12% dari sekarang didukung juga oleh kenaikan harga obligasi dan membaiknya ekonomi kuartal III 2016,” terkanya.
Analis Infovesta Utama Beben Feri Wibowo memprediksi, sepanjang tahun 2016, dana kelolaan industri reksadana Indonesia bakal melambung lebih dari 13%. Asal Tanah Air berhasil membukukan pertumbuhan ekonomi melebihi level 5%.
Dalam mengoleksi reksadana, Beben menyarankan investor untuk menerapkan strategi pembelian reksadana dengan skema cicilan alias strategi averaging cost.Hal ini bermanfaat untuk meminimalisir risiko kerugian.
Tax amnesty: Discussion of tax amnesty bill, which was pended for weeks, was resumed yesterday (23/05). Finance minister Bambang Brodjonegoro is optimist that the discussion will conclude by Jun16 and take effect in Jul16. Some changes talked against initial discussion include: (1) Change in tariffs to 2% (for assets declared domestically) and 4% (for assets declared abroad) within Jul16-Sept16, (2) Change in tariffs to 3% (for assets declared domestically) and 6% (for assets declared abroad) within Oct16-Dec16, and (3) Regulation to lock up funds in a minimum 1-year period. The government is also preparing to distribute funds into instruments such as state bonds, SOEs bonds, limited participation mutual funds (Reksa Dana Penyertaan Terbatas, RDPT), real estate investment trust (Dana Investasi Real Estate, DIRE), venture capital fund, and other instruments. It is predicted that the success of tax amnesty will increase state revenue by Rp180tn (MoF’s estimate) and Rp53.4tn (BI’s estimate). (Investor Daily, Kontan)
Sumber : IPS RESEARCH
per tgl 18 Mar 2016: Bisnis.com, JAKARTA – Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) menjadi suntikan baru untuk menggairahkan industri pasar modal di dalam negeri.
Aturan yang memungkinkan penggunaan reksa dana sebagai sarana pemupukan dana yang dihimpun dapat meningkatkan nilai aktiva bersih (NAB) produk investasi tersebut.
Rudiyanto, Head Operation and Business Development Panin Asset Management, mengatakan dana yang dihimpun dari iuran Tapera akan sangat baik apabila ditempatkan di reksa dana. Produk investasi itu diyakini memiliki imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk investasi lain yang diatur dalam UU Tapera.
Dalam Pasal 19 ayat (4) UU Tapera memang disebutkan pemupukan dana Tapera dilakukan di produk keuangan yang berkaitan dengan perumahan pemukiman, baik dengan prinsip konvensional, maupun syariah.
Pasal itu juga menyebut, deposito perbankan, surat utang pemerintah pusat, surat utang pemerintah daerah, reksa dana, surat berharga di bidang perumahan, dan bentuk investasi lain yang menguntungkan dapat digunakan untuk meningkatkan nilai dana Tapera.
Selain itu, nilai dana Tapera juga dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan deposito perbankan syariah, sukuk pemerintah pusat, sukuk pemerintah daerah, reksa dana syariah, surat berharga syariah di bidang perumahan, dan investasi syariah lainnya yang menguntungkan.
Meski demikian, Rudiyanto menyebut jangan terlalu berharap kepada dana Tapera pada awal pemberlakuannya. Pasalnya, dana tersebut dihimpun oleh badan baru yang harus melakukan pendataan ulang pekerja.
“Karena ini akan dilaksanakan oleh badan baru, maka membutuhkan waktu agar dana Tapera dapat dihimpun dengan optimal. Badan Pelaksana Tapera ini membutuhkan waktu untuk melakukan pendataan dan menjalankan sistemnya,” katanya saat dihubungi Bisnis di Jakarta, Rabu (16/3/2016).
Menurutnya, pemerintah sebenarnya dapat memanfaatkan BPJS Ketenagakerjaan untuk mengoptimalkan dana Tapera tersebut. Apalagi selama ini BPJS Ketenagakerjaan telah memiliki data dan sistem yang berjalan untuk jaminan sosial bagi para pekerja.
Dengan iuran 3% dari upah yang diterima pekerja dan kewajiban kepesertaan kepada seluruh pekerja, seharusnya badan pengelola Tapera memberikan porsi besar penempatan dana yang dihimpun untuk reksa dana.
Hal tersebut berkaitan dengan masyarakat berpenghasilan menengah yang tidak mendapatkan manfaat perumahan dari iuran tersebut, sehingga dananya harus dilipatgandakan agar imbal hasil yang diperoleh dapat dinikmati.
“Masyarakat berpenghasilan menengah kan hanya mendapatkan manfaat bunga dari iuran yang diberikannya, karena tidak mendapat manfaat perumahan. Oleh karena itu, sebaiknya dana itu ditempatkan di reksa dana yang memiliki imbal hasil tinggi, agar dapat membayar bunga tersebut,” ujarnya.
Investasi di sektor properti, lanjut dia, tidak terlalu menguntungkan, karena rumah yang di kembangkan ditujukan kepada masyarakat berpenghasilan rendah. Untuk itu, diperlukan kecermatan dalam penempatan dana Tapera, sehingga menguntungkan semua pihak.
Masih Kontroversi
Meski sudah disahkan menjadi UU, Tapera memang masih menjadi kontroversi. Persoalannya pun tidak melulu mengenai besaran iuran yang dikenakan, tetapi juga kepada asas keadilan yang selama ini menjadi alasan utama diloloskannya aturan tersebut.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) selama ini menjadi pihak yang paling keras mengkritik kebijakan tersebut. Bahkan, wadah yang menaungi para pengusaha tersebut berencana mengajukan uji materiil UU Tapera kepada Mahkamah Konstitusi.
Besarnya iuran yang dibebankan kepada pengusaha menjadi dasar pertama Apindo menolak aturan tersebut. Dalam UU Tapera memang disebutkan pengusaha wajib menanggung 2,5% dari upah pekerja untuk Tapera, sedangkan 0,5% sisanya ditanggung pekerja sendiri.
Apalagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sebenarnya sudah memiliki program dan skema untuk memberikan bantuan uang muka, angsuran dengan bunga ringan, dan fasilitas pinjaman untuk pembelian rumah kepada para pesertanya.
Hariyadi Sukamdani, Ketua Umum Apindo, menyebut pemerintah telah berlaku tidak adil kepada dunia usaha, karena tidak ingin berkorban dengan mengurangi beban biaya produksi pembangunan rumah dari komponen pajak, perizinan, dan suku bunga.
“Harus ada sinergi pemikiran yang komprehensif untuk solusi yang tepat bagi semua pihak. Kalau masih terkotak-kotak, kami sulit menerima UU Tapera,” katanya.
Persoalan ketidakadilan terkait Tapera itu pun diungkapkan Soeprayitno, Ketua Komisi Kebijakan Dewan Jaminan Sosial Nasional. Dia menyebut UU Tapera berpotensi memunculkan ketidakadilan bagi masyarakat.
Dasar dari ketidakadilan tersebut adalah kewajiban seluruh pekerja untuk menjadi peserta Tapera dengan membayar iuran. Namun, yang berhak menerima fasilitas pembiayaan perumahan dari Tapera hanya masyarakat berpenghasilan rendah.
Apalagi definisi masyarakat berpenghasilan rendah tidak langsung merujuk kepada masyarakat miskin, melainkan mereka yang memiliki penghasilan pokok mulai dari upah minimum hingga maksimal Rp4 juta per bulan untuk kepemilikan rumah tapak, dan Rp7 juta per bulan untuk rumah susun atau apartemen.
Pemerintah sendiri bergeming dengan berbagai kritik yang disampaikan banyak pihak. Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Maurin Sitorus menyatakan pemerintah dan DPR siap menghadapi uji materiil yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi.
Maurin berdalih UU Tapera merupakan amanat dari UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman. Beleid ini memberikan kepastian pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Darurat Perumahan
Menurutnya, Indonesia saat ini berada dalam situasi darurat perumahan sehingga perlu langkah ekstra untuk menanganinya. Pendanaan menjadi salah satu masalah utama yang dihadapi pemerintah dalam memenuhi kebutuhan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Pemerintah memperkirakan kebutuhan dana hingga Rp500 triliun per tahun untuk pembiayaan perumahan, sedangkan Tapera hanya diproyeksikan dapat mengumpulkan Rp50 triliun pada awal pemberlakuannya.
Pihak Istana pun menganggap Tapera hanya menyulitkan sebagian pihak, dan memudahkan seluruh masyarakat.
Pramono Anung, Sekretaris Kabinet, mengatakan seluruh kebijakan pemerintah tidak akan dapat memuaskan semua pihak. Dia pun memastikan keberadaan UU Tapera bertujuan untuk memudahkan masyarakat berpenghasilan rendah memiliki rumah.
“Mungkin bagi sebagian pihak Tapera ini memberatkan, tetapi bagi masyarakat, ini jelas memudahkan,” ujarnya.
UU Tapera menempatkan asas kegotongroyongan dalam pengelolaannya, karena pemerintah percaya diri dengan manfaat beleid tersebut. Dalam perjalanannya, Tapera tetap harus memperhatikan seluruh pihak yang terlibat di dalamnya.()
per tgl 07 Maret 2016, jika digoggling : reksa dana oke, maka setidaknya ada 3 link k blog investasi reksa dana indonesia gw, sebagai teratas 10 lah :
per tgl 19 Februari 2016: Jakarta - Kecenderungan penurunan suku bunga di negara Asia Pasifik bakal menguntungkan portofolio investasi reksa dana saham global. Lantaran dengan suku bunga rendah, maka akan terjadi pergeseran dari sebelumnya investasi di bank.
Director of Business Development PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Putut E. Andanawarif mengatakan, saat ini negara di Asia Pasifik cenderung menurunkan suku bunga untuk menggenjot perekonomian. Hal ini justru menjadi nilai plus di pasar modal. Dengan kondisi sekarang Asia Pasifik masih akan cenderung menurunkan suku bunga, Jepang malah negatif. Saya lihat beberapa wacana negara lain kemungkinan negatif interest rate. Bayangkan naruh uang bukan dapat malah bayar biaya," kata dia, Jakarta, kemarin.
MAMI sendiri baru saja meluncurkan reksa dana Manulife Saham Syariah Asia Pasifik Dolar AS (Mansyaf). Reksa dana tersebut dialokasikan sebesar 80-100% saham syariah di 11 negara Asia Pasifik. Produk tersebut berdenominasi dolar AS. Unit yang ditawarkan oleh Mansyaf sebesar 400 juta unit dengan minimal pembelian US$ 10 ribu. Minimal pembelian selanjutnya sebesar US$ 100.
Sementara itu, Bank Sentral Amerika Serikat (AS) menaikkan suku bunga acuan pada Desember 2015. Ia menuturkan kenaikan tersebut terhitung tipis, sehingga reksa dana saham global berdenominasi dolar lebih menggiurkan."‎Tak bisa dipungkiri dengan AS pulih dengan interest rate baru naik sekali 0,5 persen tidak kerasa. Bagi investor Indonesia yang suka dolar tidak tahu investasi di mana Manshaf merupakan satu alternatif investasi menarik," kata Putut.
Meski begitu, Putut enggan menjabarkan target dana kelolaan serta imbal hasil yang ditawarkan MAMI. Dia mengatakan hal tersebut tergantung dari minat masyarakat."‎Saya tidak akan bisa jelaskan berapa target AUM Mansyaf secara detil. Saya bilang produk bagus tapi tidak bisa beli susah juga, tergantung minat daripada investor, mudah-mudahan melihat Mansyaf solusi investor harapan kita AUM Mansyaf akan membantu pertumbuhan aset MAMI secara keseluruhan‎ ini yang kita lihat ke depan," tutur dia. (bani)
http://www.neraca.co.id/article/65748/reksa-dana-saham-global-menuai-tuah-tren-penurunan-suku-bunga
Sumber : NERACA.CO.ID
per tgl 28 Januari 2016, diukur sejak 24 Agustus 2015, maka imbal hasil Schroder Dana Prestasi (salah satu RD Saham yang berimbalhasil tertinggi dalam jangka panjang) mencetak belasan persen sbb:
per tgl 07 Des 2015, jika diukur sejak 24 Agustus 2015, maka imbal hasil RD (berbagai jenis) maseh POSITIF bahkan banyak yang MELAMPAUI KINERJA IHSG (periode yang sama):
kontan: Kita sudah memasuki pertengahan November 2015. Banyak hal terjadi dan berlalu. Satu hal yang pasti, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih turun, dibandingkan penutupan tahun 2014.
Posisi IHSG pada Jumat kemarin di 4.472,84. Dibandingkan penutupan tahun lalu di 5.226,95, IHSG turun 754,11 poin, setara -14,43%. Benarkah IHSG selalu bergerak turun di tahun ini?
Tidak juga. Di awal tahun, IHSG sempat naik hingga mencapai titik tertinggi di 5.524,04, naik 297,09 poin atau 5,68% pada pekan pertama April, sebelum kembali bergerak turun. Setelah April, pemodal asing terus melakukan posisi jual, seiring berbagai berita buruk menjelang kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed).
Kalau kita tarik ke belakang, konsolidasi di kisaran lebar, 4.000-5.250 sebenarnya tak hanya berlangsung tahun ini. Memang, pada 2014, IHSG terlihat bergerak naik 22,29% dibandingkan penutupan di 2013. Tapi, sejak konsolidasi pada 2013, IHSG belum bisa keluar dari kisaran konsolidasi 4.000 – 5.250. Tiga tahun terakhir, IHSG jalan di tempat.
Konsolidasi bukan sesuatu yang baru. IHSG pernah melakukan konsolidasi antara 250 hingga 700 dalam periode 1988-2003, selama 15 tahun. Apakah kita langsung memvonis, konsolidasi saat ini akan berkelanjutan, hingga 2 tahun- 3 tahun ke depan? Sulit dibilang sekarang. Paling tidak, saya sulit mengatakan secara terbuka. Mengapa?
Satu, semua indikasi masih gelap. Posisi teknikal IHSG ditengah-tengah. Dibilang buruk, tidak bisa, ketika koreksi, IHSG tidak ke level terendah baru di bawah support 3.837. Dibilang bagus juga belum, karena hingga Jumat sore lalu, IHSG belum mampu membuat titik tertinggi baru di atas resistance 5.015. Ke depan semua masih 50:50.
Dua, ketika pergerakan harga serasa jalan ditempat, sulit menarik orang berinvestasi. Tujuan setiap orang sederhana: untung. Bayangkan kondisi saat IHSG flat di 250–700 selama 15 tahun, maukah Anda berinvestasi jika jalan di tempat 3-5 tahun mendatang Seringkali jawabannya tidak.
Memikat orang berinvestasi di Bursa Efek Indonesia, tidak semata-mata mendorong membeli saham. Cara paling efektif, ""memaksa" perusahaan terbuka membagikan saham ke seluruh karyawan. Jika karyawan ingin menjual saham tersebut, dia harus membuka akun di perusahaan sekuritas. Bayangkan, emiten bigcaps seperti BBRI, ASII, atau BBCA membagi 1 lot saham ke setiap karyawan, berapa jumlah investor baru yang bisa dicetak?
Namun, cara pemaksaan kurang menantang. Yang menarik perhatian, menganggap investor reksadana saham sebagai investor saham. Reksadana boleh dikatakan anak tiri investasi saham di Indonesia.
Mengingat metode penghitungan investor perseorangan Indonesia terikat pada jumlah rekening efek yang ada pada PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), pemegang reksadana saham ini tidak bisa masuk sebagai investor saham.
Padahal kalau kita menggali lebih dalam, investor reksadana saham juga memperhatikan pergerakan IHSG. Reksadana saham yang bagus, memiliki beta terhadap IHSG 1,2 – 1,5. Artinya, setiap kenaikan 1% pada IHSG, pemilik reksadana saham semakin kaya 1,2%-1,5%. Begitu juga sebaliknya.
Beberapa waktu lalu, seorang investor bertanya, bagaimana bisa tetap berinvestasi di reksadana, tapi tak merasakan return negatif saat IHSG turun? Jawaban saya sederhana, jangan pandang reksadana sebagai investasi, tapi sebagai posisi trading. Reksadana adalah instrumen investasi. Investasi berarti Anda posisi beli saat ini, untuk mengharapkan hasil positif di jangka panjang. Warren Buffett adalah investor. Dia berinvestasi pada saham Coca Cola sejak 1967 dan terus hold hingga tahun ini. Bisakah Anda melakukannya?
Sangat sulit. Karakter dari sebagian besar orang Indonesia adalah untung cepat dan banyak serta tidak mau rugi. Investasi kok rugi? Mendingan buat makan-makan saja. Itu sebabnya, saya menyarankan trading reksadana saham. Ada beberapa alasan yang membuat saya menyarankan hal itu:
• Anda hanya perlu memprediksi IHSG. Prediksi IHSG enggak sesulit prediksi saham lah. Eh, ini bukan prediksi pergerakan hari per hari, tapi jangka yang lebih lama, 3 bulan-6 bulan. Anda hanya perlu memprediksi tren jangka menengah IHSG dan mengambil keuntungan dari situ. Bisa?
• Membeli reksadana saham saat ini bisa dilakukan online. Memang, di proses awal, kita harus bertemu agen penjual. Setelah itu, kita bisa melakukan melalui internet, bahkan melalu smartphone. Bisa?
• Nilai aktiva bersih (NAB) reksadana terakhir atau NAB kemarin, bisa diakses melalui beberapa website. Artinya, perkiraan subscribe atau redeem bisa diperkirakan. Anda hanya perlu kode reksadana yang Anda minati, kode (ticker) ini biasanya bisa diperoleh dari agen penjal. Dengan ticker ini, Anda juga bisa memperoleh data beta reksadana saham. akan saya jelaskan lebih jauh melalui blog saya. Tapi, bukan sesuatu yang tidak mungkin Anda lakukan sendiri.
• Hambatan terakhir, fee. Beberapa reksadana saham mengenakan fee 1%-2% untuk subscribe (beli) dan 1%-2% untuk redeem (jual). Total fee 4% ini membuat kita mustahil melakukan trading reksadana. Tapi, tidak semua reksadana memiliki fee tinggi. Reksadana saham yang mengenakan fee 1% untuk subscribedan redeem sudah banyak.
Trading reksadana saham bisa menambah jumlah investor saham, apalagi kalau portofolio reksadana saham masuk KSEI. Kalau terbiasa trading reksadana saham, investor akan tertarik trading saham. Bakal lebih mudah untuk menjaring pemodal baru untuk trading saham.
Eh, mau trading future index IHSG? Saya sudah baca aturan baru future index LQ-45 yang akan kembali meluncur. Sepertinya jauh lebih menarik dibanding dulu. Cuma, future index tidak syariah dan risikonya terlalu tinggi bagi pemodal pemula. Mendingan trading reksadana saham. Happy trading, semoga barokah.
periode LEBE CERAH (@paket 03 kebijakan NKRI): (pantau per tgl 24 Agt 2015- 07/10/2015):
bahkan melampaui TREN IHSG dalam periode yang bersangkutan:
periode TERAMBLES (24 Agustus 2015) ternyata merupakan PERIODE CARI UNTUNG SESAAT bwat investor reksa dana saham, sbb:
ID JAKATA-Pengamat pasar modal Rudiyanto mengatakan jumlah unit penyertaan reksa
dana yang terus meningkat selama tahun 2015 meski indeks harga saham
gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatatkan kinerja
negatif menunjukkan minat investasi di produk reksa dana masih baik.
"Perilaku investor macam-macam, investor dengan filosofi investasi
jangka panjang menjadi salah satu faktornya. Secara umum reksa dana
merupakan produk yang baik menjaga risiko," kata Rudiyanto yang juga
Head of Operation and Business Development Panin Asset Management di
Jakarta, Kamis.
Dalam data OJK tercatat, jumlah unit
reksadana per September 2015 sebanyak 175,586 miliar unit, lebih tinggi
dibandingkan bulan sebelumnya yang sebanyak 173,479 miliar unit.
Sementara nilai aktiva bersih per September Rp237,620 triliun Rudyanto
menyarankan agar investor tetap melakukan investasi sesuai dengan
tujuannya dan memahami risikonya mengingat pada tahun ini cukup marak
sentimen negatif baik dari global maupun dalam negeri.
"Tahun ini ada tantangan lebih, dari dalam negeri sudah cenderung mulai
stabil seiring dengan adanya harapan dari kebijakan pemerintah yang
telah dikeluarkan, sementara dari global masih dibayangi ketidakpastian
kenaikan suku bunga bank sentral AS (Fed fund rate)," katanya.
Terkait IHSG BEI yang mengalami kenaikan cukup signifikan dalam
beberapa hari terakhir ini, Rudiyanto menilai kondisi itu belum
terbilang positif ke depannya karena kenaikan yang terlalu tinggi secara
tiba-tiba.
"Kalau kenaikannya bisa dipertahankan dan
konsisten dalam beberapa waktu ke depan menandakan pasar stabil. Namun
setidaknya, naiknya IHSG ini ada harapan," katanya.
Sebelumnya, Analis PT Pefindo Riset Konsultasi Guntur Tri Hariyanto
mengatakan adanya peningkatan jumlah unit dikarenakan investor domestik
sudah memiliki referensi pengalaman ketika Indonesia sempat mengalami
krisis pada beberapa tahun sebelumnya yang membuat IHSG BEI tertekan
cukup dalam.
"Adanya referensi pengalaman itu serta edukasi
yang dilakukan otoritas terkait secara berkelanjutan membuat sebagian
investor masih melakukan investasi. Terlebih secara umum fundamental
ekonomi Indonesia masih cukup baik," kata Tri.(ant/hrb)
JAKARTA investor daily- Direktur Utama PT Inovesta Utama Parto Kawito mengatakan, imbal hasil reksa dana (RD) saham akan tetap tinggi sepanjang tahun ini dibanding produk RD yang lain. Meskipun, pada Januari 2015, tingkat pengembalian investasi (return) produk RD pendapatan tetap (fixed income) pada Januari tahun ini berhasil melampaui return produk saham dan campuran. Indeksreturn produk RD pendapatan tetap bulan lalu tercatat sebesar 3,31%, melampaui indeks return RD saham sebesar 0,62% dan campuran 0,96%.
“Memang ada anomali pada awal tahun, tapi kondisinya akan kembali normal pada bulan depan. Kenaikan returnreksa dana akan seiring dengan pertumbuhan IHSG yang terus menanjak,” jelas dia diskusi pada penganugerahan penghargaan “Reksa Dana Terbaik 2015” MajalahInvestor di Jakarta, Rabu (4/3).
Selain Parto Kwito, tampil juga sebagai pembicara Direktur Pengelolaan Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sujanto, Ketua Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI) Denny Taher, Ketua Asosiasi Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana (WAPERD) Hardianto Pilia, serta Plt Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Suheri. Bertindak sebagai moderator Pemimpin Redaksi Investor Daily Primus Dorimulu.
Parto mengatakan, pihaknya memprediksi secara konservatif, IHSG akan mencapai batas tertingginya sekitar 5.850-6.000 sepanjang 2015. Return RD saham sepanjang 2015 diprediksi 11%-14%, RD campuran 9%-11%, dan RD pendapatan tetap 7%-8%.
Sebagai catatan, berdasarkan data Infovesta Utama, pertumbuhan RD saham sepanjang 2014 cukup cemerlang. Return RD saham tahun lalu tercatat 27,86% atau di atas pertumbuhan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang 22,29%. Adapun return RD campuran tercatat 16,91% dan RD pendapatan tetap 7,85%.
Lima Isu Penting
Sementara itu, Primus Dorimulu mengatakan, saat ini IHSG sedang dalam kondisi bullish sehingga sangat bagus untuk berinvestasi. “Indeks terus menerus menyentuh rekor baru. Walaupun rupiah terus melemah, investasi tetap masuk, sehingga bisa dikatakan Indonesia yang terbaik di dunia dalam investasi,” paparnya.
Ia menjelaskan, ada lima isu penting mengenai reksa dana, berdasarkan hasil wawancara dengan para manajer investasi (MI), analis, otoritas dan pelaku pasar. Pertama adalah pelaku di industri reksa dana mencanangkan target 5 juta investor reksa dana dan Rp 1.000 triliun dana kelolaan reksa dana pada tahun 2017.
Per Desember 2014, berdasarkan data OJK terdapat 484.082 rekening investor individu dan 14.782 rekening investor institusi. Jumlah investornya sekitar 240 ribu, sementara dana kelolaan reksa dana per Januari 2015 mencapai Rp 247,25 triliun.
Kedua adalah pengembangan reksa dana mikro yang dikembangkan OJK bekerja sama dengan para MI. Dengan minimal dana investasi yang terjangkau di bawah Rp 100 ribu, diharapkan dapat memperluas penetrasi reksa dana, di samping untuk meningkatkan edukasi dan literasi masyarakat.
“Simpanan dana di bank tercatat Rp 4.000 triliun. Andai 10% saja bisa dipindahkan ke pasar modal, tentunya akan memberi perubahan yang signifikan terhadap investasi,” kata Primus.
Ketiga, upaya mempermudah proses pembelian. OJK telah mengeluarkan peraturan untuk memperluas akses bagi investor untuk membeli reksa dana, dengan menambah jalur distribusi agen penjual reksa dana. Melalui Peraturan OJK nomor 39/ POJK.04/2014 tentang Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD), jalur distribusi penjualan reksa dana bisa melalui perusahaan yang menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang pos dan giro, pergadaian, perasuransian, pembiayaan, dana pensiun, dan penjaminan, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Keempat, edukasi reksa dana belum menyeluruh. “Ini tercermin dari tingkat literasi pasar modal yang hanya 0,11%. Jumlah investor reksa dana sekitar 240 ribu dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 250 juta jiwa,” papar dia.
Masalah kelima adalah masih kurang aktifnya manajer investasi. Sebanyak 25 manajer investasi menguasai pangsa pasar pengelolaan dana sebesar 90,85%. Artinya, dari total 80 manajer investasi yang tercatat di OJK, sebanyak 55 diantaranya memperebutkan 9,15% pangsa pasar. “Ini menunjukkan, masih banyak MI yang beroperasi dengan dana keloaan yang minim,” tegasnya.
(hg)
Industri Reksa Dana Butuh 250.000 Tenaga Pemasar
Suasana diskusi di sela penyerahan penghargaan Best Mutual Fund Awards 2015 Investor-Infovesta di Financial Club Jakarta, Rabu (4/3). Majalah Investor kembali memberikan penghargaan reksa dana yang dinilai memiliki kinerja terbaik. Sebanyak 38 penghargaan yang diberikan kepada 30 reksa dana. (sumber: BeritaSatu Photo/Gagarin)
Jakarta - Upaya mendekatkan instrumen investasi reksa dana kepada seluruh masyarakat Indonesia terus digalakkan, baik oleh regulator industri jasa keuangan maupun para pengelola reksa dana yang tergabung dalam Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI).
Salah satunya menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 39 POJK 04/2014 pada 29 Desember 2014 lalu untuk memudahkan penetrasi produk reksa dana. Aturan itu memungkinkan pihak lain, selain bank maupun manajer investasi (MI) untuk menjadi agen penjual reksa dana (APERD). Sebut saja kantor pos, minimarket atau supermarket, tempat penjualan properti dan gerai penyedia jasa telekomunikasi.
Selain itu, regulator bersama APRDI juga berupaya membangun infrastruktur sistem terintegrasi yang memungkinkan seluruh masyarakat dapat membeli reksa dana dimanapun mereka berada. Termasuk sistem pelaporan elektronik yang bisa diakses investor kapan saja mereka mau.
Selain itu, APRDI juga telah menurunkan jumlah minimal pembelian produk reksa dana sebesar Rp 100.000, dengan harapan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Tentu saja upaya sosialisasi & edukasi tidak ketinggalan. OJK, APRDI maupun self regulatory organization(SRO) siap menggencarkan aksi tersebut, baik dalam bentuk formal maupun non formal. Semua langkah itu meyakinkan APRDI untuk dapat mencapai target 5 juta investor reksa dana dengan jumlah dana kelolaan mencapai Rp 1.000 triliun pada tahun 2017.
Ketua APRDI, Denny R Thaher mengakui target yang dipatok institusinya itu memang menantang. Saat ini industri reksa dana memiliki dana kelolaan Rp 420 triliun. Jumlah itu termasuk produk Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT) dan Kontrak Pengelolaan Dana (KPD). Adapun jumlah investor menurut catatan OJK baru sebanyak 250.000 rekening. “Kita masih punya waktu tiga tahun untuk mengejar target itu,” ujar Denny saat diskusi panel "Reksa Dana Award" yang digelar Majalah Investor di Financial Club, Graha Niaga, Jakarta (4/3)
Menurutnya, salah satu tantangan besar untuk mencapai target tersebut yaitu minimnya jumlah tenaga pemasar berlisensi sebagai mana disyaratkan OJK. Untuk diketahui tenaga pemasar harus mengantungi sertifikat sebagai wakil agen penjual reksa dana (waperd) yang diterbitkan OJK.
Saat ini menurut Denny, industri reksa dana baru memiliki sebanyak 19.000 waperd. Sementara untuk mengejar target 5 juta investor dibutuhkan sedikitnya 250.000 orang waperd.
“Kita asumsikan satu agen penjual melayani 200 orang investor ritel, dibagi 5 juta, berarti kan 250.000. Jadi kalau kita bicara target 5 juta, ya kita butuh agen minimal 250.000 orang,” ujarnya.
Untuk itu Denny yang juga menjabat Presiden Direktur PT Trimegah Asset Management itu menyambut keluarnya POJK No 39 yang memperluas pihak penjual reksa dana. Sementara tugas APRDI menurutnya akan makin gencar melakukan pendidikan tenaga pemasar, termasuk terjun langsung ke kampus-kampus untuk menarik simpati kaum muda menggeluti bidang ini kelak tatkala mereka lulus kuliah.
Disamping itu program pendidikan dan ujian rutin yang telah berjalan di Jakarta & Surabaya akan diperluas. “Saat ini ujian waperd sudah dilaksanakan secara elektronik sehingga diharapkan bisa mencetak lebih banyak tenaga pemasar baru,” ujarnya.
Penulis: Mashud Toarik/WBP
Sumber:Majalah Investor