Bisnis.com, JAKARTA — Penerbitan produk baru dinilai sebagai salah satu penopang kenaikan dana kelolaan dan unit penyertaan reksa dana hingga akhir semester I/2020. Manajer investasi
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per 30 Juni 2020 jumlah unit penyertaan reksa dana secara industri adalah 405,91 miliar unit, naik dibandingkan dengan posisi Mei 2020 sejumlah 405,71 miliar unit.
Sementara jumlah dana kelolaan juga terpantau naik. Per Juni 2020, nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana secara industri mencapai Rp482,54 triliun sedangkan per Mei 2020 sebesari Rp474,20 triliun.
Direktur Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan pembelian reksa dana sepanjang Juni 2020 memang tengah mengalami tren naik. Dia mencontohkan pada periode tersebut Panin AM mencatatkan net subscription sekitar Rp80 miliar. Dengan kata lain, jumlah pembelian unit reksa dana lebih tinggi dibandingkan penjualan unit.
Menurutnya, hal tersebut antara lain dikarenakan investor mulai bersiap masuk kembali ke reksa dana seiring rencana penerbitan produk-produk baru di paruh kedua tahun ini, terutama produk-produk reksa dana terproteksi.
“Kemarin kan banyak yang ter-pending, nah di Juni sudah mulai banyak penerbitan. Panin AM juga di awal Juli sudah terbitkan reksa dana terproteksi baru,” tuturnya kepada Bisnis, Senin (13/7/2020).
Mengacu pada data Kustodian Sentral Efek Indonesia, sepanjang Juni 2020 setidaknya ada pendaftaran untuk 30 produk reksa dana baru dengan rincian 20 reksa dana terproteksi, 5 reksa dana pasar uang, 3 reksa dana pendapatan tetap, serta masing-masing 1 reksa dana saham dan ETF.
Dia juga memproyeksikan jumlah unit penyertaan dan dana kelolaan reksa dana bakal kembali naik pada Juli 2020.
“Kalau untuk Panin sendiri sampai hari ini kita masih net subs ya sekitar Rp9 miliar, tapi mungkin harus lihat di tengah bulan dan akhir bulan. Kebetulan di akhir bulan kita ada penerbitan RD Terproteksi lagi,” jelasnya.
🍓
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja pasar modal dihadapkan pada banyak tantangan di awal tahun, teranyar yakni pemblokiran beberapa efek anggota bursa. Baru-baru ini, Kejaksaan Agung RI (Kejagung) mengumumkan untuk memblokir sejumlah rekening efek Anggota Bursa (AB) yang terkait dengan proses penyidikan kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya.
Bisnis.com, JAKARTA — Reksa dana saham berdenominasi dolar AS diperkirakan memberikan imbal hasil tertinggi dibandingkan produk sejenis lainnya yang berbasis greenback.
Additional ConsiderationsThe objective and performance of mutual funds versus hedge funds is generally another differentiator. Hedge funds often yield high returns in any economic environment including a recession or market downturn. Since many hedge funds take a more defensive approach, returns may not be as high as some mutual funds during a bull market.
During a bull market, a hedge fund may only see a single-digit returns, while a mutual fund may see returns in the double digits in a recession. In a bear market, a mutual fund may still see a positive return while a hedge fund may have a negative one.
The Bottom Line
The biggest gain of investing in a hedge fund is its potential to yield stable returns and keeping pace with inflation while minimizing the investor’s exposure to risk. However, many average investors may not meet the minimum net worth and investment requirement to participate in the fund.
Therefore, the average investor may be better off investing in a mutual fund with a diverse portfolio. Mutual funds are accessible to most investors and more affordable. Therefore, investing in mutual funds may be a better investment strategy for achieving long-term returns for the average investor. If you’re unsure of which investments make sense for your financial objectives it’s wise to partner with a financial advisor. A financial advisor can help you identify the best investment selections that will help you achieve your financial goals.
Tips for Investing
- If you have a more complex financial situation or just prefer talking face-to-face, consider working with a traditional financial advisor. Finding the right financial advisor that fits your needs doesn’t have to be hard. SmartAsset’s free tool matches you with financial advisors in your area in 5 minutes. If you’re ready to be matched with local advisors that will help you achieve your financial goals, get started now.
- If you don’t have a lot to invest, you might want to consider a robo-advisor. Robo-advisors, which are entirely online, offer lower fees and account minimums than traditional financial advisors.
JAKARTA, investor.id -
Dana kelolaan (asset under management/AUM) reksa dana secara industri diperkirakan tumbuh 10%-12% pada tahun depan. Kepercayaan investor terhadap industri ini akan pulih, pasca-kisruh yang terjadi pada November lalu.
Sementara itu, Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia (APRDI) dan Asosiasi Manajer Investasi Indonesia (AMII) sepakat mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menindak tegas manajer investasi (MI) yang produk reksa dananya bermasalah.
APRDI juga tengah memfinalisasi usulan kepada OJK agar manajer investasi membeberkan top 5 saham underlying asset pada sebuah produk reksa dana.
Ketua Presidium Dewan APRDI Prihatmo Hari M bersama jajaran anggota Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia (APRDI) saat memberikan keterangan di Jakarta, kemarin.
Prihatmo menyampaikan, dengan industri yang sehat, diharapkan kepercayaan masyarakat akan semakin besar dan luas.
Terlebih, reksa dana adalah produk investasi yang diatur dan diawasi secara ketat oleh regulator yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Berdasarkan data Infovesta, selama Januari-November, terdapat 35 produk reksa dana yang nilai aktiva bersih (NAB)-nya anjlok lebih dari 50%.
Selain itu, ada tiga reksa dana yang selama November saja, NAB-nya terpangkas lebih dari 50%.
Ketua Presidium Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia (APRDI) Prihatmo Hari Mulyanto berpendapat, hingga akhir tahun 2019 kemungkinan posisi AUM industri reksa dana tidak berbeda jauh dari posisi per akhir November 2019, yang berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencapai Rp 544,4 triliun. “Posisi AUM tak banyak berubah karena menjelang tutup tahun, investor reksa dana khususnya institusi sudah settled down di pertengahan Desember ini,” kata dia di Jakarta, Rabu (11/12).
Reksa dana yang mengalami penurunan NAB
Menurut Prihatmo, perhitungan pertumbuhan AUM 10%-12% itu telah memasukkan pertumbuhan aset reksa dana itu sendiri beserta net subscription. Pertumbuhan reksa dana tahun depan bisa lebih bagus dibanding tahun ini lantaran faktor arah kebijakan pemerintah yang jelas dan terukur. Jika AUM reksa dana pada akhir tahun 2019 masih berkisar Rp 540 triliun, maka posisi AUM pada tahun depan bisa menembus kisaran Rp 594-Rp 604,8 triliun.
Sementara itu, menanggapi sejumlah penutupan reksa dana saham oleh OJK, Prihatmo berpendapat, asosiasi ikut berpartisipasi dalam memberikan usulan kepada OJK untuk menerbitan aturan terkait kewajiban manajer investasi membeberkan top 5 saham underlying asset pada sebuah produk reksa dana.
Saat ini rancangan aturan tersebut sedang difinalisasi. “Sebenarnya hal ini sudah merupakan best practices semenjak reksa dana saham itu ada. Tapi memang tidak seragam dilakukan oleh semua manajer investasi. Kami ingin mereka lebih fair demi kebaikan industri,” ungkap Prihatmo.
Setiap manajer investasi, lanjut dia, memang memiliki strategi tertentu dalam meracik saham-saham sebagai underlying asset.
Namun, dia enggan menanggapi adanya praktik manajer investasi yang menggunakan saham-saham ‘gorengan’ sebagai underlying asset.
“Setiap manajer investasi punya paper work masing-masing.
Sepanjang mereka tidak melanggar aturan yang berlaku dan sesuai good corporate governance, kami menghormati keputusan mereka,” jelas Prihatmo.
Reksa Dana
Sementara itu, dewan APRDI mendukung langkah-langkah yang telah dilakukan oleh OJK, dalam hal penegakan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Asosiasi juga berharap permasalahan yang terjadi akhir-akhir ini tidak menyurutkan minat investor untuk tetap berinvestasi di reksa dana. Kisruh dan skandal yang terjadi pada industri reksa dana terjadi karena ada manajer investasi yang menawarkan reksa dana saham dengan imbal hasil yang telah ditetapkan di depan (fixed). Reksa dana ini sebagian underlying asset-nya adalah saham gorengan. Ketika harga saham gorengan itu jatuh dan terjadi redemption, manajer investasi juga ikut menjual saham-saham big caps yang menjadi underlying asset.
Inilah yang memicu kejatuhan indeks harga saham.
Lebih runyam lagi, sejumlah produk reksa dana yang menyalahi aturan tersebut ditutup OJK, sehingga memicu terjadinya aksi jual paksa (forced sell) saham-saham yang menjadi underlying asset.
Ada juga MI yang nakal menggunakan skema margin.
Fixed Income Cemerlang
Berdasarkan data Infovesta, kinerja reksa dana kelompok fixed income masih menunjukkan kinerja cemerlang, yang disusul oleh kelompok pasar uang, baik secara tahunan (year to date/ytd) ataupun bulanan (Month over month/MoM). Sementara reksa dana kelompok saham yang paling anjlok. Hal ini tercermin pada indeks-indeks racikan Infovesta. Selama perode 31 Desember 2018-29 November 2019, kinerja Infovesta Fixed Income Fund Index 90 mengalami penguatan 10,31%, Infovesta Government Bond Index 9,38%, Infovesta Corporate Bond Index 6,31%, Infovesta Money Market Fund 90 naik 5,34%, dan Infovesta Balanced Fund Index 90 naik 0,54%. Sementara Infovesta Equity Fund Index 90 mengalami penurunan hingga 11,44%, seiring kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terdepresiaasi 2,95% hingga 29 November 2019. Data Infovesta juga menunjukkan, total AUM per November mencapai Rp 534,57 triliun, turun 1,41% dari posisi akhir Oktober Rp 542,22 triliun. Dari situ, total AUM pada kelompok reksa dana saham anjlok 6% menjadi Rp 135,21 triliun, dari Rp 143,96 triliun. Reksa dana saham merupakan jenis reksa dana dengan nilai AUM terbesar kedua. Penyumbang AUM terbesar pertama adalah jenis reksa dana terproteksi yang mencapai Rp 146,74 triliun per akhir November 2019, naik 2,1% dari Rp 143,72 triliun per Oktober 2019.
Prihatmo mengatakan, jika dilihat dari total AUM, posisi Indonesia masih berada di nomor dua dari bawah di antara negara-negara Asia Tenggara. Lebih tepatnya, masih kalah sedikit dibanding Vietnam.
Di sisi lain, jumlah manajer investasi (MI) di Tanah Air tarsus bertambah dan persaingan juga kian ketat. Saat ini, sejumlah manajer investasi asing diperkirakan masih mengantre masuk ke pasar Indonesia.
Cermat dan Kritis
Pada kesempatan sama Wakil Ketua I Asosiasi Manajer Investasi Indonesia (AMII) Hanif Mantiq mengakui, jika ada koreksi yang terlampaui jauh pada sebuah produk reksa dana saham, maka bisa dipastikan ada pengelolaan yang salah pada manajer investasi tersebut. Selain itu, praktik berutang atau skema margin juga sama sekali tidak diperbolehkan dalam pengelolaan reksa dana. Hanif memperkirakan, produk reksa dana fixed income masih menjadi yang terfavorit pada tahun depan. Pasalnya, masih ada ruang penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia, dan tawaran return yang lebih baik dibanding kelompok reksa dana lain. “Sedangkan untuk reksa dana saham, sebetulnya bergerak konsolidasi dalam dua tahun terakhir karena periode pemilu. Tahun depan, kita harapkan ada kenaikan kinerja,” jelas dia. Ketua Asosiasi Penasihat Investasi Indonesia Ari Adil menambahkan, adanya kisruh di industri reksa dana yang terjadi belakangan bisa menjadi momentum bagi investor untuk bersikap kritis. Investor disarankan menanyakan strategi investasi dan metode pemilihan portofolio efek yang dilakukan manajer investasi. “Membaca dan memahami dokumen prospektus juga disarankan sebelum membeli reksa dana. Dan jangan mudah tergiur dengan janji imbah hasil yang pasti,” kata dia.
Upaya OJK
Secara terpisah, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen mengatakan, pihaknya hingga saat ini masih dalam tahap proses penyelesaian kasus yang menimpa Minna Padi Asset Manajemen, Narada Aset Manajemen, serta Pratama Capital. “Kami masih memantau, penyelesaiannya ini masih dalam proses pemantauan,” ujar dia. Hoesen menambahkan, pihaknya juga masih menelusuri berapa besar dana investasi investor yang perlu dikembalikan oleh salah satu manajemen investasi, yakni Minna Padi. “Saya belum tahu persisinya berapa, produk mereka (Minna Padi) yang dilikuidasi ada enam produk,”ungkapnya. (hg) Sumber : Investor Daily
Artikel ini telah tayang di Investor.id dengan judul "Industri Reksa Dana Pulih Tahun Depan"
Penulis: Farid Firdaus
Read more at: https://investor.id/market-and-corporate/industri-reksa-dana-pulih-tahun-depan