terhadap MUSUH UTAMA EKONOMI KELUARGA gw yaitu INFLASI (tren kenaekan harga2 barang kebutuhan hidup keluarga gw n semua manusia di Indonesia), ekh, jauh lebe sukses neh :
per tgl 14 Juli 2020:
Bisnis.com, JAKARTA — PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) merekomendasikan instrumen reksa dana pendapatan tetap untuk investor yang mengutamakan stabilitas. Namun, reksa dana saham tetap disarankan bagi investor yang memiliki horison investasi jangka panjang karena menawarkan potensi upside yang lebih agresif.
Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist, menilai aset saham maupun obligasi bakal menawarkan potensi upside yang menarik di masa mendatang seiring dengan pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19. Adapun, yang membedakan kedua kelas aset tersebut hanya pada volatilitas pasarnya.
“Sesuai dengan karakternya dan juga iklim ekonomi yang ada saat ini, reksa dana saham akan memiliki tendensi volatilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi yang cenderung lebih stabil,” tulis Katarina dalam Seeking α yang dirilis bulanan oleh MAMI, Senin (13/7/2020).
Menurut Katarina, kebijakan. moneter dan fiskal yang longgar secara global bakal menurunkan imbal hasil obligasi global mendekati 0 persen atau bahkan ke zona negatif. Hal itu akan membuat para investor global mencari imbal hasil yang lebih menarik terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Adapun, Indonesia merupakan negara dengan obligasi berperingkat investment grade yang menawarkan imbal hasil Surat Utang Negara bertenor 10 tahun pada kisaran 7 persen. Katarina mengatakan bahwa predikat investment grade dan imbal hasil tinggi tersebut berpeluang menarik minat investor asing untuk mengakumulasikan aset surat utang Tanah Air..
Sementara itu, pemerintah juga telah menyetujui skema burden sharing dengan BI yang berpotensi menekan suplai penerbitan SBN. Selain itu, kehadiran BI untuk menyerap penerbitan SBN pemerintah juga akan menjaga stabilitas di pasar surat utang.
Beralih ke pasar saham, Katarina menunjukkan saat ini pasar belum memperhitungkan atau pricing in terhadap potensi perbaikan ekonomi dan kinerja emiten pada 2021. Adapun, IHSG masih bertahan di zona merah sejak awal tahun dengan pelemahan sebesar 19,61 persen ke level 5.064 pada akhir perdagangan Senin (13/7/2020).
Menurut Katarina, kinerja IHSG mengindikasikan bahwa pasar telah memperhitungkan potensi pelemahan fundamental emiten pada 2020. Berdasarkan konsensus pasar, laba emiten yang tergabung dalam IHSG akan terkontraksi 22 persen pada tahun ini.
Namun demikian, laba emiten diperkirakan membaik dengan pertumbuhan 2 persen pada 2021. Prospek baik ini yang disebut Katarina belum terlalu dihargai oleh pelaku pasar saat ini.
“Kedepannya, kesuksesan pemerintah mengatasi pandemi selama periode new normal menjadi faktor penting dalam mendorong kinerja pasar saham,” tulis Katarina.
Berdasarkan data Infovesta Utama per 10 Juli 2020, dalam periode tahun berjalan, kinerja indeks reksa dana pendapatan tetap yang tercermin lewat Infovesta Fixed Income Fund Index tercatat sebesar naik 2,48 persen. Sementara itu indeks reksa dana saham yang tercermin lewat Infovesta Equity Fund Index dengan kinerja turun sebesar -23,98 persen.
per tgl 24 April 2020:
🍇
per tgl 28 Feb 2020:
🍇
per tgl 13 Februari 2020:
Dalam jangka panjang, sebagian besar Reksa Dana yang JO inves mase berlabapotensial aka IJO lah.
sila simak perbandingan tren kenaekan (2002-2020, kecuali suku bunga deposito 2002-2019): NAB Reksa Dana (yang JO inves, paling lama), US$/Rp, rerata suku bunga deposito tertinggi setiap taon, dan harga beli LM :
🍓
per tgl 02 Desember 2019:
🍓
per tgl 27 September 2019:
🍎
per tgl 19 Juli 2019:
reksa dana pasar uang (RDPU) : SDL= schroder dana likuid; MDK II = manulife dana kas II. reksa dana saham (RDS): SDP = schroder dana prestasi; SDPP = schroder dana prestasi plus; MSA= manulife saham andalan, BNPE = bnp paribas ekuitas, SDI = schroder dana istimewa, MDS = manulife dana saham. Jangka investasi makin panjang tetap lebe bagus imbal hasilnya.
🍓
per tgl 19 Maret 2019:
berdasarkan observasi sejak PELUNCURAN REKSA DANA SAHAM berikut ini (AWAL), tampak RIBUAN PERSEN terctak @ tren NAB (nilai aktiva bersih / net assets value) dalam periode antara 15 taon - 21 taon (1997-2019):
@ tgl 17 September 2012, JO bertemu para ulama agama membahas REKSA DANA sbagai investasi yang bole dijalankan n terbukti aman n berlaba cukup tinggi. Ekh, per tgl 19 Mar 2019, terbukti nyaris 100% reksa dana saham yang terdaftar dalam tabel naek trus persentase positifnya (berlaba), kecuali MIED (negatif/rugi potensial). Neh:
well, terbukti, sejak diskusi investasi reksa dana per tgl 17 Sep 2012, tren positifnya persentase selisih NAB tlah membantu kehidupan JO lah (kecuali MIED).
per tgl 23 November 2018:
JO optimis terjadi perbaikan NAB Reksa Dana Saham 2019, mirip peristiwa 2008-2009.
🍅
per tgl 04 Juni 2018:
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terlahir dalam keluarga pebisnis membuat mata Surya Adiwijaya Soepono terbuka soal investasi sejak usia muda. Namun, Komisaris Erdikha Elit Sekuritas ini baru tertarik terjun langsung dalam investasi pada tahun 2002 silam.
Minat Surya terhadap investasi makin besar setelah ia bergabung di Erdikha. Kini, pria berusia 42 tahun ini makin penasaran pada dunia pasar modal.
Awalnya, lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Atma Jaya ini lebih suka berkecimpung di sektor riil. Surya mengawali kariernya sebagai sales manager di PT Sibalec, sebuah perusahaan produsen dan distributor kabel. Selanjutnya, ia sempat menjabat sebagai Presiden Direktur PT Kabelindo Murni Tbk (KBLM) selama lima tahun hingga 2015.
Seperti kebanyakan orang, Surya awalnya tertarik menanamkan investasi di properti. "Saya paling paham properti karena industrinya tidak jauh dari industri kabel. Selain itu, properti juga aman" ujar dia.
Tapi, tak seperti kebanyakan orang, Surya tidak berinvestasi di rumah, ruko atau apartemen. Surya memilih mengucurkan modal untuk membeli lahan. Ia memiliki strategi mengumpulkan bekal untuk membangun bisnis pariwisata. "Saya tidak follow the crowd, tapi melihat peluang investasi dan potensi pasar di daerah baru yang belum berkembang," ungkap dia.
Keinginannya itu akhirnya tercapai. Tiga tahun berselang, ia berhasil membangun hotel pertamanya di Nanggroe Aceh Darussalam. Hotel ini dikelola PT Hotel Indo Murni, perusahaan yang dirintis Surya.
Sejak saat itu, Surya semakin rajin menambah investasi lahan di luar Pulau Jawa. Presiden Direktur Hotelindo Murni ini menargetkan setiap tahun setidaknya ada satu hingga dua properti yang dibangun. Modal awalnya membeli lahan sekitar Rp 50 miliar-Rp 60 miliar.
Kini, ia sudah menambah lagi investasi lahan seluas 7 hektare (ha) untuk ekstensi kawasan hotel dan resor di Aceh. "Di Manado juga sudah ada lahan 3 ha yang siap dibangun hotel," ujar dia.
Menyukai reksadana
Karena menjabat sebagai komisaris di perusahaan sekuritas, tentu Surya juga melirik investasi pasar modal. Instrumen yang jadi andalannya hingga sekarang adalah reksadana. "Saya suka reksadana karena tidak menyita banyak waktu. Ke depan, saya lihat investasi reksadana juga akan makin berkembang. Tengok saja Amerika Serikat (AS), sebagian besar investasi sekarang dikelola oleh manajer investasi," tutur dia.
Pria yang turut menjabat sebagai Komisaris Archipelago Asset Management ini mengaku juga berinvestasi di langsung pasar saham. Meski tak menyebut saham dan sektor pilihannya, Surya punya satu prinsip soal saham: tempatkan dana di perusahaan yang ia pahami betul bisnisnya.
Pengalamannya mengarungi sektor riil membuatnya berpikir realistis. Di balik saham dan harganya, selalu ada kinerja perusahaan yang bergerak. "Kadang investor, terutama yang pemula, terlalu fokus lihat angka tapi lupa mempelajari gerak emitennya," tegas dia.
Buah manis pun tak jarang ia raup dari prinsip tersebut, di antaranya saat krisis moneter 2008 silam. Surya mengaku mendulang banyak keuntungan dari pasar saham yang saat itu berguguran. "Kalau tahu value dari investasi, kita tidak mudah terombang-ambing rumor. Harus punya justifikasi, bukan dengar kanan-kiri," kata dia.
Nah, menurut dia, prinsip tersebut juga sangat tepat untuk dipegang di tengah kondisi pasar modal saat ini. Pada saat pasar bergejolak, kemandirian dan konsistensi dalam mengambil keputusan itu lah yang diuji. Namun, generasi ketiga keluarga Soepono, pendiri PT Sucaco Tbk, ini cukup optimistis, berinvestasi di dalam negeri masih memberi banyak peluang, selama kondisi politik tetap aman.
🌽
per tgl 29 Januari 2018, tren imbal hasil potensial reksa dana saham JO jangka panjang, sbb:
per tgl 11 Desember 2017, tren imbal hasil potensial reksa dana saham gw jangka panjang, sbb:
per Oktober 2017:
bandingkan ocehan sang Direktur manajer investasi (non reksadana/saham) bidang Komoditas Berjangka! (ati2 bacanya ya):
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penuh perhitungan! Sepertinya hal tersebut cocok untuk menggambarkan sosok Direktur Pemasaran PT Global Kapital Investama Berjangka Ervan Permadi. Hal tersebut tecermin dari strateginya menunda berinvestasi meski sudah lama berkecimpung di bidang jasa keuangan.
Lulusan jurusan teknik sipil Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mengaku baru mulai berinvestasi pada tahun 2007. Padahal sejak tahun 2002, ia sudah bergabung dengan PT Valbury Asia Futures.
Ervan beralasan, saat itu ia lebih memilih mencukupi kebutuhan primer terlebih dahulu sebelum mengalihkan dananya untuk berinvestasi. Pikiran saya sederhana, saya mau mapan dulu, kenang dia.
Setelah target memiliki rumah, kendaraan dan menikah terpenuhi, ia baru mulai berpikir untuk berinvestasi. Instrumen awal yang dicobanya adalah reksadana. Ia memilih reksadana lantaran pengelolaan dilakukan oleh manajer investasi, sehingga ia tidak perlu meluangkan waktu untuk memantau sendiri kondisi portofolionya.
Selain itu, Ervan juga memilih reksadana lantaran faktor modal. Dengan alasan modalnya masih terbatas, ia lebih memilih untuk memulai investasi di reksadana terlebih dahulu.
Ervan memilih reksadana saham. Saat itu, pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cukup menarik dan berhasil memberikan keuntungan hingga 57% per tahun.
Tapi malang tak dapat ditolak. Setahun berselang, Ervan memutuskan menarik semua dananya di reksadana. Krisis kredit perumahan di Amerika Serikat (AS), atau yang dikenal dengan
subprime mortgage crisis, telah membuat IHSG anjlok dan menyeret nilai investasi Ervan di reksadana.
Modal reksadana Ervan terkikis hingga hanya tinggal 40% . Saat itu, saya melikuidasi reksadana saya dan keluar sebagai loser, kisah dia. Padahal, kalau saat itu ia sedikit bersabar, IHSG kembali rebound. Yang jelas, insiden tersebut membuat Ervan kapok dan enggan berinvestasi di reksadana.
Lebih moderat
Setelah meninggalkan reksadana, pria asal Bandung ini menjajal investasi di sektor bursa berjangka. Selain mencari instrumen yang keuntungannya lebih tinggi, saat itu Ervan memiliki alokasi modal yang lebih besar untuk berinvestasi. Pilihannya jatuh pada produk pasar uang dan emas.
Memang banyak orang yang menilai bursa berjangka memiliki tingkat risiko yang tinggi. Tetapi bagi Ervan, dengan adanya asas leverage yang tinggi, hal ini justru memudahkan investor karena tak memerlukan modal besar.
Jangka waktu investasinya pun tak lama. Asal pemilihan waktu tepat, investor bisa mendapatkan untung besar. Menurut Ervan, ketika berinvestasi di bursa berjangka, keuntungan bisa didapat dalam waktu lima menit.
Keuntungan Ervan dari investasi di bursa berjangka cukup dahsyat. "Yang paling saya ingat, rekor saya pernah mendapatkan profit hingga 200%. Hasilnya langsung saya belikan motor CBR baru," kenang dia.
Seiring bertambahnya usia, Ervan mulai melirik instrumen yang lebih moderat. Karena itu ia masuk ke sektor properti sejak 2011 silam. Ia memilih membeli rumah tapak di Bandung.
Dibandingkan dengan apartemen yang biaya pengelolaannya mahal, menurutnya lebih nyaman berinvestasi di rumah tapak. Sekarang ini, properti yang dimilikinya banyak difungsikan sebagai rumah kos atau disewakan. Ervan punya prinsip, kalau seseorang memiliki properti lebih baik ditahan dan biaya perawatannya diperoleh dari pembayaran sewa.
Pada prinsipnya, dalam berinvestasi Ervan menganut asas don't put all your egg in one basket. Investor tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari, sehingga harus banyak bidang yang dikuasai. Selain itu, investor juga harus cermat. Investor harus tahu, kapan waktu yang pas untuk investasi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
🍓
per tgl
21 Juli 2017, tren sejak 2002 RDS gw (SDPP = schroder dana prestasi plus) stabil di atas 2000%:
per tgl 15 Maret 2017, tren sejak krisis eurozone 2011-2012, lalu krisis pengurangan stimulus Quantitative Easing (cetak duit amrik) 2013, krisis kenaekan suku bunga amrik 2015-2016, tren NILAI AKTIVA BERSIH reksa dana maseh oke kok :
per tgl 06 Oktober 2016, Schroder dana istimewa memberi imbal hasil potensial + 298%, dalam periode sejak Januari 2007, neh :
per tgl 06 Oktober 2016, BNP Paribas Ekuitas memberikan tren imbal hasil sejak 2008, sbb:
dibandingkan beberapa reksa dana saham yang juga gw inves, maka khususnya sejak 2010/2011 tren NAB n PG% s/d per tgl 06 Oktober 2017, sbb:
per tgl 01 November 2016, maka 4 reksa dana saham TERTUA gw memberikan imbal hasil yang maseh tetap tinggi, seh :
per tgl 05 Agustus 2016, maka 4 reksa dana saham TERTUA gw memberikan imbal hasil, bahkan s/d 2000%, sbb: