Tren NAB RD BY JO TERTUA: awal s/d per tgl 22 Desember 2023:
🍒
Tren NAB RD BY JO: 28/12/2018 s/d 22/12/2023:
🍓
Perbandingan tren NAB RD BY JO (investasi reksa dana oleh JO), ternyata dalam periode 2011-2023: TIDAK MENARIK, neh :
🍓
Tren Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana yang diinves BY JO (Tertua, 2011 s/d 2023):
🍓
Perbandingan Tren NAB 5 taon terakhir neh : Sucorinvest Equity Fund, Manulife Dana Saham, Schroder Dana Prestasi, Schroder Dana Likuid n Manulife Dana Kas:
🍉
Tren Imbal Hasil (berdasarkan NAB) reksa dana yang JO inves sjak AWAL investasi s/d 03 Februari 2023:
🍈
TREN Imbal Hasil (berdasarkan NAB) reksa dana yang JO inves sjak AWAL investasi s/d 28 Oktober 2022:
TREN Imbal Hasil (berdasarkan NAB) reksa dana yang JO inves sjak AWAL investasi s/d 24 Juni 2022:
Tren Imbal Hasil (berdasarkan NAB) RDS (reksa dana saham) yang JO inves sjak 2002 dst:
🍇
Per tahun 2021:
Perbandingan tren konsumsi listrik banding tren NAB RD saham neh:
🍉
Per tgl 17 Desember 2021:
🍇
Per tgl 22 Januari 2021:
Tren Nilai Aktiva Bersih sjak AWAL OBSERVASI (JO mulai inves RD Saham ybs):
SEJAK peluncuran / penerbitan REKSA DANA, IMBAL HASIL sbb per 23 Oktober 2020:
🍒
per tgl 19 Oktober 2020:
🍉
per tgl 14 Juli 2020:
Bisnis.com, JAKARTA — PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) merekomendasikan instrumen reksa dana pendapatan tetap untuk investor yang mengutamakan stabilitas. Namun, reksa dana saham tetap disarankan bagi investor yang memiliki horison investasi jangka panjang karena menawarkan potensi upside yang lebih agresif.
Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist, menilai aset saham maupun obligasi bakal menawarkan potensi upside yang menarik di masa mendatang seiring dengan pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19. Adapun, yang membedakan kedua kelas aset tersebut hanya pada volatilitas pasarnya.
“Sesuai dengan karakternya dan juga iklim ekonomi yang ada saat ini, reksa dana saham akan memiliki tendensi volatilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi yang cenderung lebih stabil,” tulis Katarina dalam Seeking α yang dirilis bulanan oleh MAMI, Senin (13/7/2020).
Menurut Katarina, kebijakan. moneter dan fiskal yang longgar secara global bakal menurunkan imbal hasil obligasi global mendekati 0 persen atau bahkan ke zona negatif. Hal itu akan membuat para investor global mencari imbal hasil yang lebih menarik terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Adapun, Indonesia merupakan negara dengan obligasi berperingkat investment grade yang menawarkan imbal hasil Surat Utang Negara bertenor 10 tahun pada kisaran 7 persen. Katarina mengatakan bahwa predikat investment grade dan imbal hasil tinggi tersebut berpeluang menarik minat investor asing untuk mengakumulasikan aset surat utang Tanah Air..
Sementara itu, pemerintah juga telah menyetujui skema burden sharing dengan BI yang berpotensi menekan suplai penerbitan SBN. Selain itu, kehadiran BI untuk menyerap penerbitan SBN pemerintah juga akan menjaga stabilitas di pasar surat utang.
Beralih ke pasar saham, Katarina menunjukkan saat ini pasar belum memperhitungkan atau pricing in terhadap potensi perbaikan ekonomi dan kinerja emiten pada 2021. Adapun, IHSG masih bertahan di zona merah sejak awal tahun dengan pelemahan sebesar 19,61 persen ke level 5.064 pada akhir perdagangan Senin (13/7/2020).
Menurut Katarina, kinerja IHSG mengindikasikan bahwa pasar telah memperhitungkan potensi pelemahan fundamental emiten pada 2020. Berdasarkan konsensus pasar, laba emiten yang tergabung dalam IHSG akan terkontraksi 22 persen pada tahun ini.
Namun demikian, laba emiten diperkirakan membaik dengan pertumbuhan 2 persen pada 2021. Prospek baik ini yang disebut Katarina belum terlalu dihargai oleh pelaku pasar saat ini.
“Kedepannya, kesuksesan pemerintah mengatasi pandemi selama periode new normal menjadi faktor penting dalam mendorong kinerja pasar saham,” tulis Katarina.
Berdasarkan data Infovesta Utama per 10 Juli 2020, dalam periode tahun berjalan, kinerja indeks reksa dana pendapatan tetap yang tercermin lewat Infovesta Fixed Income Fund Index tercatat sebesar naik 2,48 persen. Sementara itu indeks reksa dana saham yang tercermin lewat Infovesta Equity Fund Index dengan kinerja turun sebesar -23,98 persen.
🍏
per tgl 24 April 2020:
🍇
per tgl 28 Feb 2020:
🍇
per tgl 13 Februari 2020:
Dalam jangka panjang, sebagian besar Reksa Dana yang JO inves mase berlabapotensial aka IJO lah.
sila simak perbandingan tren kenaekan (2002-2020, kecuali suku bunga deposito 2002-2019): NAB Reksa Dana (yang JO inves, paling lama), US$/Rp, rerata suku bunga deposito tertinggi setiap taon, dan harga beli LM :
🍓
per tgl 02 Desember 2019:
🍓
per tgl 27 September 2019:
🍎
per tgl 19 Juli 2019:
reksa dana pasar uang (RDPU) : SDL= schroder dana likuid; MDK II = manulife dana kas II. reksa dana saham (RDS): SDP = schroder dana prestasi; SDPP = schroder dana prestasi plus; MSA= manulife saham andalan, BNPE = bnp paribas ekuitas, SDI = schroder dana istimewa, MDS = manulife dana saham. Jangka investasi makin panjang tetap lebe bagus imbal hasilnya.
🍓
per tgl 19 Maret 2019:
berdasarkan observasi sejak PELUNCURAN REKSA DANA SAHAM berikut ini (AWAL), tampak RIBUAN PERSEN terctak @ tren NAB (nilai aktiva bersih / net assets value) dalam periode antara 15 taon - 21 taon (1997-2019):
@ tgl 17 September 2012, JO bertemu para ulama agama membahas REKSA DANA sbagai investasi yang bole dijalankan n terbukti aman n berlaba cukup tinggi. Ekh, per tgl 19 Mar 2019, terbukti nyaris 100% reksa dana saham yang terdaftar dalam tabel naek trus persentase positifnya (berlaba), kecuali MIED (negatif/rugi potensial). Neh:
well, terbukti, sejak diskusi investasi reksa dana per tgl 17 Sep 2012, tren positifnya persentase selisih NAB tlah membantu kehidupan JO lah (kecuali MIED).
per tgl 23 November 2018:
mnurut BLOOMBERG.com: kekayaan para orang superkaya di dunia BERTAMBAH $200 triliun sjak 2008 s/d 2018 (saat ini). mnurut catatan Bloomberg: $200 Trilion diciptakan oleh para superkaya sejak KRISIS 2008 s/d 2018 ini. imbas k ekonomi Indonesia juga, khususnya termasuk IHSG n NAB Reksa Dana Saham :
JO optimis terjadi perbaikan NAB Reksa Dana Saham 2019, mirip peristiwa 2008-2009.
🍅
per tgl 04 Juni 2018:
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terlahir dalam keluarga pebisnis membuat mata Surya Adiwijaya Soepono terbuka soal investasi sejak usia muda. Namun, Komisaris Erdikha Elit Sekuritas ini baru tertarik terjun langsung dalam investasi pada tahun 2002 silam.
Minat Surya terhadap investasi makin besar setelah ia bergabung di Erdikha. Kini, pria berusia 42 tahun ini makin penasaran pada dunia pasar modal.
Awalnya, lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Atma Jaya ini lebih suka berkecimpung di sektor riil. Surya mengawali kariernya sebagai sales manager di PT Sibalec, sebuah perusahaan produsen dan distributor kabel. Selanjutnya, ia sempat menjabat sebagai Presiden Direktur PT Kabelindo Murni Tbk (KBLM) selama lima tahun hingga 2015.
Seperti kebanyakan orang, Surya awalnya tertarik menanamkan investasi di properti. "Saya paling paham properti karena industrinya tidak jauh dari industri kabel. Selain itu, properti juga aman" ujar dia.
Tapi, tak seperti kebanyakan orang, Surya tidak berinvestasi di rumah, ruko atau apartemen. Surya memilih mengucurkan modal untuk membeli lahan. Ia memiliki strategi mengumpulkan bekal untuk membangun bisnis pariwisata. "Saya tidak follow the crowd, tapi melihat peluang investasi dan potensi pasar di daerah baru yang belum berkembang," ungkap dia.
Keinginannya itu akhirnya tercapai. Tiga tahun berselang, ia berhasil membangun hotel pertamanya di Nanggroe Aceh Darussalam. Hotel ini dikelola PT Hotel Indo Murni, perusahaan yang dirintis Surya.
Sejak saat itu, Surya semakin rajin menambah investasi lahan di luar Pulau Jawa. Presiden Direktur Hotelindo Murni ini menargetkan setiap tahun setidaknya ada satu hingga dua properti yang dibangun. Modal awalnya membeli lahan sekitar Rp 50 miliar-Rp 60 miliar.
Kini, ia sudah menambah lagi investasi lahan seluas 7 hektare (ha) untuk ekstensi kawasan hotel dan resor di Aceh. "Di Manado juga sudah ada lahan 3 ha yang siap dibangun hotel," ujar dia.
Menyukai reksadana
Karena menjabat sebagai komisaris di perusahaan sekuritas, tentu Surya juga melirik investasi pasar modal. Instrumen yang jadi andalannya hingga sekarang adalah reksadana. "Saya suka reksadana karena tidak menyita banyak waktu. Ke depan, saya lihat investasi reksadana juga akan makin berkembang. Tengok saja Amerika Serikat (AS), sebagian besar investasi sekarang dikelola oleh manajer investasi," tutur dia.
Pria yang turut menjabat sebagai Komisaris Archipelago Asset Management ini mengaku juga berinvestasi di langsung pasar saham. Meski tak menyebut saham dan sektor pilihannya, Surya punya satu prinsip soal saham: tempatkan dana di perusahaan yang ia pahami betul bisnisnya.
Pengalamannya mengarungi sektor riil membuatnya berpikir realistis. Di balik saham dan harganya, selalu ada kinerja perusahaan yang bergerak. "Kadang investor, terutama yang pemula, terlalu fokus lihat angka tapi lupa mempelajari gerak emitennya," tegas dia.
Buah manis pun tak jarang ia raup dari prinsip tersebut, di antaranya saat krisis moneter 2008 silam. Surya mengaku mendulang banyak keuntungan dari pasar saham yang saat itu berguguran. "Kalau tahu value dari investasi, kita tidak mudah terombang-ambing rumor. Harus punya justifikasi, bukan dengar kanan-kiri," kata dia.
Nah, menurut dia, prinsip tersebut juga sangat tepat untuk dipegang di tengah kondisi pasar modal saat ini. Pada saat pasar bergejolak, kemandirian dan konsistensi dalam mengambil keputusan itu lah yang diuji. Namun, generasi ketiga keluarga Soepono, pendiri PT Sucaco Tbk, ini cukup optimistis, berinvestasi di dalam negeri masih memberi banyak peluang, selama kondisi politik tetap aman.
🌽
per tgl 29 Januari 2018, tren imbal hasil potensial reksa dana saham JO jangka panjang, sbb:
per tgl 11 Desember 2017, tren imbal hasil potensial reksa dana saham gw jangka panjang, sbb:
per Oktober 2017:
bandingkan ocehan sang Direktur manajer investasi (non reksadana/saham) bidang Komoditas Berjangka! (ati2 bacanya ya):
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penuh perhitungan! Sepertinya hal tersebut cocok untuk menggambarkan sosok Direktur Pemasaran PT Global Kapital Investama Berjangka Ervan Permadi. Hal tersebut tecermin dari strateginya menunda berinvestasi meski sudah lama berkecimpung di bidang jasa keuangan.
Lulusan jurusan teknik sipil Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mengaku baru mulai berinvestasi pada tahun 2007. Padahal sejak tahun 2002, ia sudah bergabung dengan PT Valbury Asia Futures.
Ervan beralasan, saat itu ia lebih memilih mencukupi kebutuhan primer terlebih dahulu sebelum mengalihkan dananya untuk berinvestasi. Pikiran saya sederhana, saya mau mapan dulu, kenang dia.
Setelah target memiliki rumah, kendaraan dan menikah terpenuhi, ia baru mulai berpikir untuk berinvestasi. Instrumen awal yang dicobanya adalah reksadana. Ia memilih reksadana lantaran pengelolaan dilakukan oleh manajer investasi, sehingga ia tidak perlu meluangkan waktu untuk memantau sendiri kondisi portofolionya.
Selain itu, Ervan juga memilih reksadana lantaran faktor modal. Dengan alasan modalnya masih terbatas, ia lebih memilih untuk memulai investasi di reksadana terlebih dahulu.
Ervan memilih reksadana saham. Saat itu, pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cukup menarik dan berhasil memberikan keuntungan hingga 57% per tahun.
Tapi malang tak dapat ditolak. Setahun berselang, Ervan memutuskan menarik semua dananya di reksadana. Krisis kredit perumahan di Amerika Serikat (AS), atau yang dikenal dengan subprime mortgage crisis, telah membuat IHSG anjlok dan menyeret nilai investasi Ervan di reksadana.
Modal reksadana Ervan terkikis hingga hanya tinggal 40% . Saat itu, saya melikuidasi reksadana saya dan keluar sebagai loser, kisah dia. Padahal, kalau saat itu ia sedikit bersabar, IHSG kembali rebound. Yang jelas, insiden tersebut membuat Ervan kapok dan enggan berinvestasi di reksadana.
Lebih moderat
Setelah meninggalkan reksadana, pria asal Bandung ini menjajal investasi di sektor bursa berjangka. Selain mencari instrumen yang keuntungannya lebih tinggi, saat itu Ervan memiliki alokasi modal yang lebih besar untuk berinvestasi. Pilihannya jatuh pada produk pasar uang dan emas.
Memang banyak orang yang menilai bursa berjangka memiliki tingkat risiko yang tinggi. Tetapi bagi Ervan, dengan adanya asas leverage yang tinggi, hal ini justru memudahkan investor karena tak memerlukan modal besar.
Jangka waktu investasinya pun tak lama. Asal pemilihan waktu tepat, investor bisa mendapatkan untung besar. Menurut Ervan, ketika berinvestasi di bursa berjangka, keuntungan bisa didapat dalam waktu lima menit.
Keuntungan Ervan dari investasi di bursa berjangka cukup dahsyat. "Yang paling saya ingat, rekor saya pernah mendapatkan profit hingga 200%. Hasilnya langsung saya belikan motor CBR baru," kenang dia.
Seiring bertambahnya usia, Ervan mulai melirik instrumen yang lebih moderat. Karena itu ia masuk ke sektor properti sejak 2011 silam. Ia memilih membeli rumah tapak di Bandung.
Dibandingkan dengan apartemen yang biaya pengelolaannya mahal, menurutnya lebih nyaman berinvestasi di rumah tapak. Sekarang ini, properti yang dimilikinya banyak difungsikan sebagai rumah kos atau disewakan. Ervan punya prinsip, kalau seseorang memiliki properti lebih baik ditahan dan biaya perawatannya diperoleh dari pembayaran sewa.
Pada prinsipnya, dalam berinvestasi Ervan menganut asas don't put all your egg in one basket. Investor tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari, sehingga harus banyak bidang yang dikuasai. Selain itu, investor juga harus cermat. Investor harus tahu, kapan waktu yang pas untuk investasi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
🍓
per tgl 21 Juli 2017, tren sejak 2002 RDS gw (SDPP = schroder dana prestasi plus) stabil di atas 2000%:
per tgl 15 Maret 2017, tren sejak krisis eurozone 2011-2012, lalu krisis pengurangan stimulus Quantitative Easing (cetak duit amrik) 2013, krisis kenaekan suku bunga amrik 2015-2016, tren NILAI AKTIVA BERSIH reksa dana maseh oke kok :
reksa dana
03/16/12
03/15/17
PG%
schroder dana istimewa
5238.6
6844.02
30.65%
manulife dana saham
9589.48
11566.13
20.61%
bnp paribas ekuitas
14827.87
17787.12
19.96%
bnp paribas infrastruktur
2255.82
2857.93
26.69%
mandiri investa ekuitas dinamis
1212.48
972.71
-19.78%
manulife saham andalan
1594.58
1850.25
16.03%
schroder dana prestasi
24199.82
35550.5
46.90%
schroder dana prestasi plus
22014.71
30051.18
36.51%
eastspring investment alpha navigator
997.1
1268.41
27.21%
08/31/12
danareksa mawar konsumer 10
1225.21
1714.38
39.93%
schroder 90plus equity fund
1452.75
1966.81
35.39%
first state indoequity sectoral fund
4542.39
5345.82
17.69%
manulife syariah sektoral amanah
3023.75
3753.3
24.13%
bnp paribas solaris
1821.39
2049.9
12.55%
bnp paribas equitra
2955.22
3629.05
22.80%
manulife dana campuran II
2185.11
2607.53
19.33%
schroder dana terpadu II
2593.34
3396.54
30.97%
schroder dana likuid
1000.67
1243.26
24.24%
01/04/13
manulife dana kas II
1000.84
1287.87
28.68%
01/04/13
manulife obligasi negara indonesia II
1596.31
1876.03
17.52%
manulife dana tetap pemerintah
1628.5
1887.54
15.91%
per tgl 06 Januari 2017, perbandingan tren NAB RDS tertua gw sbb:
per tgl 06 Oktober 2016, Schroder dana istimewa memberi imbal hasil potensial + 298%, dalam periode sejak Januari 2007, neh :
per tgl 06 Oktober 2016, BNP Paribas Ekuitas memberikan tren imbal hasil sejak 2008, sbb:
dibandingkan beberapa reksa dana saham yang juga gw inves, maka khususnya sejak 2010/2011 tren NAB n PG% s/d per tgl 06 Oktober 2017, sbb:
per tgl 01 November 2016, maka 4 reksa dana saham TERTUA gw memberikan imbal hasil yang maseh tetap tinggi, seh :
per tgl 05 Agustus 2016, maka 4 reksa dana saham TERTUA gw memberikan imbal hasil, bahkan s/d 2000%, sbb:
Taon 2023 dianggap oleh Jokowi n Sri Muljani sbagai TAON KEGELAPAN EKONOMI lage, ternyata tren Nilai Aktiva Bersih reksa dana yang diinves BY JO cukup sukses ctak kenaekan positif. Sebagian tren harga saham jlas ambruk, walo ada juga yang tetap memberikan imbal hasil tinggi, neh :
🍉
Dalam ERA PANDEMI, investasi reksa dana saham yang JO INVES bergerak-gerak NEH :
🍇
Tren NAB RD saat BOTTOM 2020 (ihsg) s/d TOP (stidaknya salah satu puncak) 2021, neh :
Tren NAB RD saat Pandemi 17 April 2020 s/d skarang:
1 bulan stelah KEJATUHAN terdalam IHSG, gw mulai ukur tren Nilai AKTIVA BERSIH (NAB) reksa dana saham, yang gw inves. Neh hasilnya:
Bisnis.com, JAKARTA — Penerbitan produk baru dinilai sebagai salah satu penopang kenaikan dana kelolaan dan unit penyertaan reksa dana hingga akhir semester I/2020. Manajer investasi
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per 30 Juni 2020 jumlah unit penyertaan reksa dana secara industri adalah 405,91 miliar unit, naik dibandingkan dengan posisi Mei 2020 sejumlah 405,71 miliar unit.
Sementara jumlah dana kelolaan juga terpantau naik. Per Juni 2020, nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana secara industri mencapai Rp482,54 triliun sedangkan per Mei 2020 sebesari Rp474,20 triliun.
Direktur Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan pembelian reksa dana sepanjang Juni 2020 memang tengah mengalami tren naik. Dia mencontohkan pada periode tersebut Panin AM mencatatkan net subscription sekitar Rp80 miliar. Dengan kata lain, jumlah pembelian unit reksa dana lebih tinggi dibandingkan penjualan unit.
Menurutnya, hal tersebut antara lain dikarenakan investor mulai bersiap masuk kembali ke reksa dana seiring rencana penerbitan produk-produk baru di paruh kedua tahun ini, terutama produk-produk reksa dana terproteksi.
“Kemarin kan banyak yang ter-pending, nah di Juni sudah mulai banyak penerbitan. Panin AM juga di awal Juli sudah terbitkan reksa dana terproteksi baru,” tuturnya kepada Bisnis, Senin (13/7/2020).
Mengacu pada data Kustodian Sentral Efek Indonesia, sepanjang Juni 2020 setidaknya ada pendaftaran untuk 30 produk reksa dana baru dengan rincian 20 reksa dana terproteksi, 5 reksa dana pasar uang, 3 reksa dana pendapatan tetap, serta masing-masing 1 reksa dana saham dan ETF.
Dia juga memproyeksikan jumlah unit penyertaan dan dana kelolaan reksa dana bakal kembali naik pada Juli 2020.
“Kalau untuk Panin sendiri sampai hari ini kita masih net subs ya sekitar Rp9 miliar, tapi mungkin harus lihat di tengah bulan dan akhir bulan. Kebetulan di akhir bulan kita ada penerbitan RD Terproteksi lagi,” jelasnya.
🍓
Tren NAB RD SAHAM tertua yang JO inves s/d 10 Juli 2020, sbb:
🍉
Tren NAB RD saham, campuran, pasar uang n pendapatan tetap periode 17 April 2020 - 26 Juni 2020, sbb:
🍊
Reksa dana saham yang JO inves neh (dalam periode 5 taon):
🍓
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja pasar modal dihadapkan pada banyak tantangan di awal tahun, teranyar yakni pemblokiran beberapa efek anggota bursa. Baru-baru ini, Kejaksaan Agung RI (Kejagung) mengumumkan untuk memblokir sejumlah rekening efek Anggota Bursa (AB) yang terkait dengan proses penyidikan kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya.
"Proses hukumnya harus mesti dipercepat, pemeriksaannya (harus dipercepat) agar semua lebih pasti hasilnya," kata Ketua Asosiasi Manajer Investasi Indonesia (AMII) Edward Lubis kepada Kontan.co.id, Jumat (14/2).
Edward juga meyakini bahwa pemblokiran beberapa rekening efek tidak akan memberikan dampak sistemik bagi industri reksadana tanah air. Ini karena, jumlah rekening efek yang diblokir dinilai tidak terlalu besar dan posisi likuiditas manager investasi (MI) diklaim masih cukup baik.
Bahkan, dalam pertemuan yang digelar OJK bersama seluruh pelaku pasar modal di Wisma Mulia 2 Jumat (14/2), Edward menyebutkan bahwa perwakilan Kresna Group mengkonfirmasi bahwa likuiditas Kresna Group masih memadai dan tidak ada larangan bagi investor untuk melakukan redeem atau pencairan rekening.
Menanggapi kondisi pasar saat ini, Edward menjelaskan bahwa otoritas akan terus membantu untuk melindungi dan mendorong transparansi, bukan memberikan ganti rugi. Dalam pertemuan tersebut, OJK juga memaparkan bahwa pihaknya sudah dan akan terus melakukan upaya-upaya pengawasan hingga memberikan hukuman seperti suspensi, pencabutan izin hingga denda kepada pihak-pihak yang diketahui melakukan pelanggaran.
"Kami juga sebagai pelaku pasar diminta untuk lebih interaktif, sementara sistem-sistem akan terus diperkuat oleh OJK, begitu juga pelaporan," jelasnya.
Selain itu, Edward menyebutkan ke depan otoritas akan mendorong penyelesaian aturan disgorgement fund. Otoritas sampai saat sedang menggodok aturan disgorgement fund atau pembentukan dana bagi investor yang akan mengganti kerugian investor di pasar modal.
OJK telah menerbitkan Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) mengenai disgorgement fund yang diunggah di situs resminya. Rancangan tersebut mengatur dua hal yakni mekanisme disgorgement dan dana disgorgement.
Salah satu hal yang menjadi pertimbangan OJK merilis beleid ini adalah perlu adanya penguatan instrumen penegakan hukum yang dapat menciptakan efek jera bagi pihak yang melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan di pasar modal. Dengan begitu, kerugian investor di pasar modal bisa diminimalisir. "Disgorgement fund, itu akan dibangun dan dikembangkan. Tapi belum tahu tahun ini atau tahun depan," tandasnya.
🍇
Bisnis.com, JAKARTA — Reksa dana saham berdenominasi dolar AS diperkirakan memberikan imbal hasil tertinggi dibandingkan produk sejenis lainnya yang berbasis greenback.
Deputy CIO Principal Asset Management Ni Made Muliartini menyampaikan reksa dana berdenominasi dolar AS berpotensi mencatatkan kinerja positif pada tahun ini, terutama produk reksa dana saham.
Sejumlah faktor yang memengaruhi kinerja reksa dana dolar AS ialah proyeksi suku bunga The Fed yang flat, meredanya sentimen perang dagang global, dan penambahan suplai obligasi pemerintah AS (US Treasury).
“Dengan perhitungan berbagai faktor, pada 2020 kemungkinan reksa dana saham dolar AS akan lebih baik dibandingkan reksa dana pendapatan tetap dolar AS,” jelasnya kepada Bisnis.com, Selasa (21/1/2020).
10 Saham Paling Diminati Asing pada Perdagangan 21 Januari
Ni Made memprediksi pada 2020 reksa dana pendapatan tetap berdenominasi dolar AS dapat memberikan imbal hasil 3,5 persen-6 persen. Adapun, reksa dana saham dolar AS berpotensi memberikan return yang lebih tinggi.
Pada 2019, reksa dana pendapatan tetap memang lebih kinclong. Berdasarkan data Infovesta Utama, nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana pendapatan tetap berdenominasi dolar AS tumbuh 110,93 persen year on year (yoy) menjadi US$626,03 juta. Sebaliknya, NAB reksa dana saham dolar AS turun 23,61 persen yoy menuju US$636,18 juta.
Produk dolar AS andalan Principal AM adalah Reksa Dana Principal Dollar Bond. Pada 2019, produk itu memberikan imbal hasil 11,23 persen.
Sementara itu, Ciptadana Asset Management juga memprediksi kinerja reksa dana saham berdenominasi dolar AS dapat bangkit pada 2020, setelah cenderung mengalami penurunan pada 2019.
“Pada 2020, diperkirakan produk reksa dana saham berdenominasi USD akan memberikan performa yang lebih baik dibandingkan asset class lainnya,” tutur Direktur Investasi Ciptadana Asset Management Tenno Tinodo kepada Bisnis.com, Senin (20/1/2020).
Saat ini, Ciptadana AM baru memiliki satu produk berdenominasi dolar AS, yakni reksa dana Cipta Obligasi USD.
Pada Jumat (17/1/2020), Cipta Obligasi USD memberikan return 2,56 persen month on month (mom), tertinggi di antara produk sejenis lainnya. Portfolio produk tersebut terdiri dari 94 persen efek pendapatan tetap dan 6 persen efek pasar uang.
Menurut Tenno, ada sejumlah faktor yang mendorong kinerja reksa dana berdenominasi dolar AS. Bila portofolio produk itu diinvestasikan dalam aset berdenominasi rupiah, maka akan memberikan prospek positif karena penguatan mata uang domestik.
Selain itu, perbedaan real interest rate antara Indonesia dan AS terbilang menarik. Real interest rate adalah selisih dari nominal interest rate dengan inflasi.
Pada Desember 2019, inflasi AS mencapai 2,3 persen year on year (yoy) dengan suku bunga 1,5 persen-1,75 persen. Dalam periode yang sama, inflasi Indonesia sebesar 2,72 persen yoy dengan suku bunga acuan 7DDR 5 persen.
“Investor juga memantau kebijakan moneter dan fiskal, serta neraca perdagangan dan defisit anggaran,” imbuhnya.
🍇
YAHOO FINANCE: Hedge funds and mutual funds seem to confuse investors. Usually, rich investors favor hedge funds, while all different types of investors use mutual funds. Understanding a hedge fund vs mutual fund can help investors select the best option for their portfolio. Here’s how you’ll know which is right for you.
What is a Mutual Fund?
Buying an individual security may take time, expertise and research. Additionally, you may have to work to find the right stocks that can make up a balanced portfolio and minimize your risk. Even after all that, this strategy may not help you meet your financial goals and objectives.
This is where mutual funds come in. Mutual funds remove the need to research your stock and bond selections. You can simply purchase a mutual fund from a fund company, and they will buy shares and bonds for you. Essentially, the investor chooses the fund company or fund instead of the securities that make up the fund.
Mutual funds may hold a mix of domestic and international stocks and bonds. They may also specialize in a certain sector of the market such as real estate. Or, an investor can invest in a target-date fund that holds a mix of stocks and bonds that rebalance along an investor’s schedule
What is a Hedge Fund?
A hedge fund is a partnership of investors that usually use high-risk investment strategies to yield high rates of returns. Hedge funds use a variety of assets such as stocks, real estate and options to achieve their ideal investment strategy. Typically, hedge funds look for high net worth individuals or institutional investors to gain access to a lot of capital.
After investors or limited partners contribute to the fund, the investment manager will then determine the best investment method to yield the highest return.
Hedge Fund vs Mutual Fund Similarities
Both hedge funds an mutual funds have pooled investments. As a result, pooled money from every investor purchases the securities and assets in each fund.
Also, they both offer diversification because they invest in different types of asset classes. However, this depends solely on the fund. Some funds are highly concentrated in a certain sector of the economy or asset class. Usually, hedge funds are diversified into certain security types such as commodities or stocks, whereas mutual funds commonly have a specific focus and may invest in on security type.
Lastly, when investors select a mutual fund or hedge fund, they are selecting the fund manager instead of the securities within the fund. Essentially, investors may select a fund that coincides with their investment philosophy. Most hedge funds are usually actively managed, which means the manager or management company uses their analytics, expertise, and knowledge to select securities and the time at which they are purchased.
Mutual funds can either be actively managed or passively managed depending on their objective. If they are passively managed, the fund manager select assets to hold them for an extended amount of time to reach the benchmark of the index.
Hedge Fund vs Mutual Fund Differences
Certain hedge funds and mutual funds have various limitations on who can invest. For example, some hedge funds may require the investors to have a $5 million net worth. Or, perhaps they require the investor to make a high initial investment to participate in the fund. On the other hand, mutual funds may only require a minimum initial investment and won’t look at the investor’s net worth.
The cost of investing in each fund also differs. Hedge funds usually have higher expenses than mutual funds. This is because hedge funds may charge an expense ratio as well as a performance fee. For example, there are often “two and twenty” hedge fund fees. This means they have a 2% expense ratio and charge a 20% cut of the profit generated by the fund. Because high net worth individuals tend to invest in hedge funds, they typically can charge whatever they want as long as they disclose the fee structure. Mutual funds may have a 1% or less expense ratio making it a more affordable option for the average investor.
Additional ConsiderationsThe objective and performance of mutual funds versus hedge funds is generally another differentiator. Hedge funds often yield high returns in any economic environment including a recession or market downturn. Since many hedge funds take a more defensive approach, returns may not be as high as some mutual funds during a bull market.
During a bull market, a hedge fund may only see a single-digit returns, while a mutual fund may see returns in the double digits in a recession. In a bear market, a mutual fund may still see a positive return while a hedge fund may have a negative one. The Bottom Line
The biggest gain of investing in a hedge fund is its potential to yield stable returns and keeping pace with inflation while minimizing the investor’s exposure to risk. However, many average investors may not meet the minimum net worth and investment requirement to participate in the fund.
Therefore, the average investor may be better off investing in a mutual fund with a diverse portfolio. Mutual funds are accessible to most investors and more affordable. Therefore, investing in mutual funds may be a better investment strategy for achieving long-term returns for the average investor. If you’re unsure of which investments make sense for your financial objectives it’s wise to partner with a financial advisor. A financial advisor can help you identify the best investment selections that will help you achieve your financial goals. Tips for Investing
If you have a more complex financial situation or just prefer talking face-to-face, consider working with a traditional financial advisor. Finding the right financial advisor that fits your needs doesn’t have to be hard. SmartAsset’s free tool matches you with financial advisors in your area in 5 minutes. If you’re ready to be matched with local advisors that will help you achieve your financial goals, get started now.
If you don’t have a lot to invest, you might want to consider a robo-advisor. Robo-advisors, which are entirely online, offer lower fees and account minimums than traditional financial advisors.
JAKARTA, investor.id - Dana kelolaan (asset under management/AUM) reksa dana secara industri diperkirakan tumbuh 10%-12% pada tahun depan. Kepercayaan investor terhadap industri ini akan pulih, pasca-kisruh yang terjadi pada November lalu. Sementara itu, Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia (APRDI) dan Asosiasi Manajer Investasi Indonesia (AMII) sepakat mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menindak tegas manajer investasi (MI) yang produk reksa dananya bermasalah. APRDI juga tengah memfinalisasi usulan kepada OJK agar manajer investasi membeberkan top 5 saham underlying asset pada sebuah produk reksa dana. Ketua Presidium Dewan APRDI Prihatmo Hari M bersama jajaran anggota Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia (APRDI) saat memberikan keterangan di Jakarta, kemarin. Prihatmo menyampaikan, dengan industri yang sehat, diharapkan kepercayaan masyarakat akan semakin besar dan luas. Terlebih, reksa dana adalah produk investasi yang diatur dan diawasi secara ketat oleh regulator yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berdasarkan data Infovesta, selama Januari-November, terdapat 35 produk reksa dana yang nilai aktiva bersih (NAB)-nya anjlok lebih dari 50%. Selain itu, ada tiga reksa dana yang selama November saja, NAB-nya terpangkas lebih dari 50%. Ketua Presidium Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia (APRDI) Prihatmo Hari Mulyanto berpendapat, hingga akhir tahun 2019 kemungkinan posisi AUM industri reksa dana tidak berbeda jauh dari posisi per akhir November 2019, yang berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencapai Rp 544,4 triliun. “Posisi AUM tak banyak berubah karena menjelang tutup tahun, investor reksa dana khususnya institusi sudah settled down di pertengahan Desember ini,” kata dia di Jakarta, Rabu (11/12). Reksa dana yang mengalami penurunan NAB Menurut Prihatmo, perhitungan pertumbuhan AUM 10%-12% itu telah memasukkan pertumbuhan aset reksa dana itu sendiri beserta net subscription. Pertumbuhan reksa dana tahun depan bisa lebih bagus dibanding tahun ini lantaran faktor arah kebijakan pemerintah yang jelas dan terukur. Jika AUM reksa dana pada akhir tahun 2019 masih berkisar Rp 540 triliun, maka posisi AUM pada tahun depan bisa menembus kisaran Rp 594-Rp 604,8 triliun. Sementara itu, menanggapi sejumlah penutupan reksa dana saham oleh OJK, Prihatmo berpendapat, asosiasi ikut berpartisipasi dalam memberikan usulan kepada OJK untuk menerbitan aturan terkait kewajiban manajer investasi membeberkan top 5 saham underlying asset pada sebuah produk reksa dana. Saat ini rancangan aturan tersebut sedang difinalisasi. “Sebenarnya hal ini sudah merupakan best practices semenjak reksa dana saham itu ada. Tapi memang tidak seragam dilakukan oleh semua manajer investasi. Kami ingin mereka lebih fair demi kebaikan industri,” ungkap Prihatmo. Setiap manajer investasi, lanjut dia, memang memiliki strategi tertentu dalam meracik saham-saham sebagai underlying asset. Namun, dia enggan menanggapi adanya praktik manajer investasi yang menggunakan saham-saham ‘gorengan’ sebagai underlying asset. “Setiap manajer investasi punya paper work masing-masing. Sepanjang mereka tidak melanggar aturan yang berlaku dan sesuai good corporate governance, kami menghormati keputusan mereka,” jelas Prihatmo. Reksa Dana Sementara itu, dewan APRDI mendukung langkah-langkah yang telah dilakukan oleh OJK, dalam hal penegakan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Asosiasi juga berharap permasalahan yang terjadi akhir-akhir ini tidak menyurutkan minat investor untuk tetap berinvestasi di reksa dana. Kisruh dan skandal yang terjadi pada industri reksa dana terjadi karena ada manajer investasi yang menawarkan reksa dana saham dengan imbal hasil yang telah ditetapkan di depan (fixed). Reksa dana ini sebagian underlying asset-nya adalah saham gorengan. Ketika harga saham gorengan itu jatuh dan terjadi redemption, manajer investasi juga ikut menjual saham-saham big caps yang menjadi underlying asset. Inilah yang memicu kejatuhan indeks harga saham. Lebih runyam lagi, sejumlah produk reksa dana yang menyalahi aturan tersebut ditutup OJK, sehingga memicu terjadinya aksi jual paksa (forced sell) saham-saham yang menjadi underlying asset. Ada juga MI yang nakal menggunakan skema margin. Fixed Income Cemerlang Berdasarkan data Infovesta, kinerja reksa dana kelompok fixed income masih menunjukkan kinerja cemerlang, yang disusul oleh kelompok pasar uang, baik secara tahunan (year to date/ytd) ataupun bulanan (Month over month/MoM). Sementara reksa dana kelompok saham yang paling anjlok. Hal ini tercermin pada indeks-indeks racikan Infovesta. Selama perode 31 Desember 2018-29 November 2019, kinerja Infovesta Fixed Income Fund Index 90 mengalami penguatan 10,31%, Infovesta Government Bond Index 9,38%, Infovesta Corporate Bond Index 6,31%, Infovesta Money Market Fund 90 naik 5,34%, dan Infovesta Balanced Fund Index 90 naik 0,54%. Sementara Infovesta Equity Fund Index 90 mengalami penurunan hingga 11,44%, seiring kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terdepresiaasi 2,95% hingga 29 November 2019. Data Infovesta juga menunjukkan, total AUM per November mencapai Rp 534,57 triliun, turun 1,41% dari posisi akhir Oktober Rp 542,22 triliun. Dari situ, total AUM pada kelompok reksa dana saham anjlok 6% menjadi Rp 135,21 triliun, dari Rp 143,96 triliun. Reksa dana saham merupakan jenis reksa dana dengan nilai AUM terbesar kedua. Penyumbang AUM terbesar pertama adalah jenis reksa dana terproteksi yang mencapai Rp 146,74 triliun per akhir November 2019, naik 2,1% dari Rp 143,72 triliun per Oktober 2019. Prihatmo mengatakan, jika dilihat dari total AUM, posisi Indonesia masih berada di nomor dua dari bawah di antara negara-negara Asia Tenggara. Lebih tepatnya, masih kalah sedikit dibanding Vietnam. Di sisi lain, jumlah manajer investasi (MI) di Tanah Air tarsus bertambah dan persaingan juga kian ketat. Saat ini, sejumlah manajer investasi asing diperkirakan masih mengantre masuk ke pasar Indonesia. Cermat dan Kritis Pada kesempatan sama Wakil Ketua I Asosiasi Manajer Investasi Indonesia (AMII) Hanif Mantiq mengakui, jika ada koreksi yang terlampaui jauh pada sebuah produk reksa dana saham, maka bisa dipastikan ada pengelolaan yang salah pada manajer investasi tersebut. Selain itu, praktik berutang atau skema margin juga sama sekali tidak diperbolehkan dalam pengelolaan reksa dana. Hanif memperkirakan, produk reksa dana fixed income masih menjadi yang terfavorit pada tahun depan. Pasalnya, masih ada ruang penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia, dan tawaran return yang lebih baik dibanding kelompok reksa dana lain. “Sedangkan untuk reksa dana saham, sebetulnya bergerak konsolidasi dalam dua tahun terakhir karena periode pemilu. Tahun depan, kita harapkan ada kenaikan kinerja,” jelas dia. Ketua Asosiasi Penasihat Investasi Indonesia Ari Adil menambahkan, adanya kisruh di industri reksa dana yang terjadi belakangan bisa menjadi momentum bagi investor untuk bersikap kritis. Investor disarankan menanyakan strategi investasi dan metode pemilihan portofolio efek yang dilakukan manajer investasi. “Membaca dan memahami dokumen prospektus juga disarankan sebelum membeli reksa dana. Dan jangan mudah tergiur dengan janji imbah hasil yang pasti,” kata dia. Upaya OJK Secara terpisah, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen mengatakan, pihaknya hingga saat ini masih dalam tahap proses penyelesaian kasus yang menimpa Minna Padi Asset Manajemen, Narada Aset Manajemen, serta Pratama Capital. “Kami masih memantau, penyelesaiannya ini masih dalam proses pemantauan,” ujar dia. Hoesen menambahkan, pihaknya juga masih menelusuri berapa besar dana investasi investor yang perlu dikembalikan oleh salah satu manajemen investasi, yakni Minna Padi. “Saya belum tahu persisinya berapa, produk mereka (Minna Padi) yang dilikuidasi ada enam produk,”ungkapnya. (hg) Sumber : Investor Daily Artikel ini telah tayang di Investor.id dengan judul "Industri Reksa Dana Pulih Tahun Depan" Penulis: Farid Firdaus Read more at: https://investor.id/market-and-corporate/industri-reksa-dana-pulih-tahun-depan
🍉
Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja indeks reksa dana campuran bergabung dengan kinerja reksa dana saham berada di zona merah pada akhir pekan lalu.
Berdasarkan data Infovesta Utama, kinerja indeks reksa dana saham yang tercermin dalam Infovesta Equity Fund Index tercatat -7,73% secara year-to-date per 17 Mei 2019. Sementara itu, indeks harga saham gabungan (IHSG) yang menjadi acuannya juga anjlok 5,93%.
Berikutnya, kinerja indeks reksa dana campuran yang tercermin dalam Infovesta Balanced Fund Index ikut turun ke zona negatif sebesar -2,42%.
Hanya kinerja indeks reksa dana pendapatan tetap yang tercermin dalam Infovesta Fixed Income Fund Index dan indeks reksa dana pasar uang yang tercermin dalam Infovesta Morney Market Fund Index tercatat masih positif sebesar 1,98%.
Sementara itu, secara mingguan, sepanjang pekan lalu indeks reksa dana saham masih mencatatkan kinerja paling buruk sebesar -4,16%. Menyusul berikutnya kinerja indeks reksa dana campuran sebesar -2,79%.
Berikut reksa dana return tertinggi secara bulanan per 17 Mei 2019: